Judul: Ikatlah Ilmu dengan Tulisan
Penulis: Husnun N Djuraid
Penerbit: Aura Pustaka
ISBN: 978-602-9969-19-1
Tebal: 202 hlm
Dimensi: 14,5 x 20,5 cm
Tahun terbit: September 2012
Cetakan: ke 2
Genre: Nonfiksi, Inspirasional
Rating: 3/5
Apa yang akan Anda lakukan bila uang yang telah dikumpulkan untuk operasi anak Anda tiba-tiba harus dikurangi karena seorang saudara datang untuk utang uang? Jika tidak diberikan, rumahnya akan disita, dan ia beserta keluarganya akan kehilangan tempat tinggal. Mungkin sebagian orang akan berat memberikannya, bukan? Tapi tidak dengan seorang ayah di dalam kisah “Sadaqah” di buku ini. Dengan meyakini bahwa memudahkan urusan manusia akan membuat Allaah memudahkan urusannya, maka ia dengan tulus meminjamkan sebagian uang tersebut. Alhasil, ketika akan membayar biaya operasi anaknya, ternyata biaya yang dibutuhkannya lebih murah, sejumlah sisa uang setelah diutangkan kepada saudaranya. Janji Allaah berlaku.
Artikel “Rokok Haram” juga menambah pengetahuan saya tentang keberadaan sebuah perguruan tinggi di Malang yang seluruh areanya bebas rokok. Di sana, seluruh penghuninya, mulai dari rektor sampai satpam, tidak ada yang merokok. Kampus tersebut juga terlarang untuk kegiatan-kegiatan yang disponsori oleh perusahaan rokok. Mengetahui hal ini, bahkan seorang Dahlan Iskan sampai dibuat termangu dan terkejut. Lewat kisah ini, penulis ingin menunjukkan bahwa sebenarnya tidak perlu perda atau fatwa untuk menghentikan perokok, cukup dengan keseriusan, disiplin dan keteladanan.
Kisah lainnya tak kalah menarik, tentang seorang Kapolwil Malang, Kombes. Pol Rusli Nasution yang sangat mengutamakan waktu salat dibandingkan aktivitas yang lain. Setiap azan berkumandang, kapolwil ini selalu bergegas untuk salat berjamaah dan menunda semua tugasnya, termasuk menerima tamu. Di Polwil ini pun selalu diadakan pengajian usai salat Zuhur, sehingga seluruh anggota kepolisian akan memperoleh siraman ruhani sebagai upaya penguatan iman bagi polisi agar tidak mudah tergoda perbuatan buruk dalam menjalankan tugasnya.
Ada pula “Onta Ali” yang berkisah tentang Ali bin Abi Thalib yang dermawan. Dirham yang dibawanya untuk membeli makanan anaknya yang lapar akhirnya diberikan kepada seorang lelaki yang ia temui di jalan. Karena kedermawanannya itu, Ali kemudian berjumpa dengan seorang Arab Baduy yang menjual ontanya seharga 100 dirham dengan cara bayar di belakang. Lalu muncullah seorang Baduy yang lain, yang ternyata sedang mencari onta, dan berniat membeli onta Ali seharga 300 dirham. Ali pun akhirnya memperoleh keuntungan sebesar 200 dirham. Lagi-lagi janji Allaah tentang sadaqah berlaku.
Jika seorang penulis kawakan Helvy Tiana Rosa berpendapat bahwa menulis itu adalah untuk mencerahkan, maka Husnun N Djuraid telah berhasil melakukannya lewat buku ini. Penulis, yang juga adalah seorang wartawan senior Malang Post, meramu tulisan-tulisannya dengan gaya sederhana, khas seorang jurnalis. Buku ini berisi kumpulan esai penulis yang pernah dipublikasikan di rubrik Mimbar Jumat di harian Malang Post dan beberapa kisah di atas adalah empat di antaranya yang mengesankan saya.
Begitu banyak kisah yang sarat makna dan hikmah dalam buku ini. Berbagai tema mulai dari ekonomi, politik, sosial, bahkan spiritual, semuanya diramu secara sederhana dan lekat dengan keseharian. Penulis berupaya memadukan antara kehidupan masa kini dengan refleksi masa lampau di masa kenabian, sahabat maupun tabi’in, dan itu sangat mendamaikan jiwa ketika membacanya. Saya bahkan sempat menangis ketika bertemu dengan kisah-kisah tertentu yang kebetulan seakan menegur saya untuk memperbaiki diri lebih baik lagi.
Tak hanya mendapatkan ilmu, tapi lewat buku ini pula pembaca sedikit banyak bisa mengenal penulis lebih dekat, tentang bagaimana kesehariannya, bagaimana pergaulannya dengan rekan dan sahabatnya, bahkan tentang kedalaman ilmu agamanya. Hal ini juga dikuatkan dengan sambutan pembuka yang ditorehkan oleh A Rohman Budijanto, direktur The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi. Ia mengisahkan tentang kebiasaan wakaf pulsa yang dilakukan penulis dalam kesehariannya dengan cara selalu mengingatkan teman-teman dan rekan kerjanya untuk salat Duha, Subuh, Qiyamullail, bahkan puasa sunnah lewat SMS-SMS singkat. Tak bosan-bosannya Ustaz Husnun, begitu ia kerap disapa, meluncurkan ‘azan’ di sela-sela waktu kerja atau keseharian mereka. Ini membuat saya begitu takzim kepada penulis, bahwa apa yang dituliskannya juga diamalkan.
Begitupun sebuah karya diracik dengan baik, tentu tak ada yang sempurna, termasuk buku ini. Saya mencermati ada dua kekurangan (jika boleh disebut kekurangan) yang ada di dalam buku ini. Pertama, ada beberapa artikel yang ternyata berulang, tetapi dengan judul yang berbeda. Seperti misalnya artikel berjudul “Pak Kapolwil” dengan “Dekat Surga”, atau artikel “Rayakan Kemenangan” yang berulang sampai dua kali dengan judul yang sama. Kedua, beberapa kata atau frase berbahasa daerah tidak dicantumkan terjemahannya. Hal ini terkadang membuat pembaca yang tidak tahu maknanya bertanya-tanya apa artinya, seperti saya misalnya. Saya berharap barangkali di cetakan berikutnya kekurangan ini bisa diperbaiki.
Di samping kekurangan tersebut, ada beberapa kelebihan yang diberikan oleh buku ini. Tulisan-tulisannya sangat sederhana dan mudah dicerna. Meskipun tidak menukil ayat maupun hadits secara detil, tetapi pembaca tetap memperoleh substansinya, sehingga tidak terkesan seperti membaca buku agama. Selain itu, penulis juga memperkaya buku ini dengan diksi-diksi yang lebih beragam, dan hal ini membuat saya tahu lebih banyak lagi kosakata dalam bahasa Indonesia.
Walaupun artikel-artikel di dalam buku ini ditulis dengan gaya tulisan khas jurnalis, tidak dengan kalimat-kalimat yang puitis atau menggugah, buku ini tetap mampu menggugah saya pribadi untuk berbuat, seperti bangkit mengambil wudhu dan mendirikan salat serta berkomitmen untuk senantiasa memperbaiki diri terus-menerus. Secara keseluruhan, saya cukup menikmati buku ini.
“Membaca dan menulis adalah kegiatan yang tak terpisahkan, karena dengan membaca akan mendapatkan pengetahuan, sedangkan pengetahuan itu akan lebih bermakna kalau dituliskan. Apalagi kalau tulisan itu bisa dibaca oleh banyak orang.” (halaman vii – pengantar)
Buku ini diberikan oleh bapak Husnun N Djuraid ketika saya sedang ‘malas’ menulis resensi buku. Saat itu saya menulis sebuah status di dinding Facebook berupa uneg-uneg tentang betapa susahnya memulai lagi menulis resensi buku. Lalu beliau saat itu juga mengirimkan pesan, menawarkan apakah saya mau meresensi buku beliau. Saya pun tidak menolak. Alhamdulillaah, teguran kecil berupa kiriman buku ini bagi saya sangat berharga dan membuat saya malu jika menunda-nunda aktivitas membaca dan menuliskan review. Terima kasih, Pak!
Selesai dibaca: 20 November 2012