Judul: Prophetic Learning
Penulis: Dwi Budiyanto
Penerbit: Pro-U Media
ISBN: 978-979-1273-30-8
Tebal: 268 hlm
Tahun terbit: Februari 2014
Cetakan: Keempat
Genre: Agama Islam, Pendidikan Islam
Rating: 3/5
Allah Ta’ala mengaruniai manusia dengan potensi yang luar biasa berupa potensi fisik, akal dan hati. Ketiga potensi ini, bila dioptimalkan secara seimbang, akan memberikan dampak positif yang luar biasa bagi seseorang, termasuk dalam belajar dan pendidikan. Seorang muslim yang mampu memanfaatkan potensinya dengan baik akan menjadi seorang pembelajar yang efektif dan berkarakter pula. Ia akan mengarahkan tujuannya untuk jalan kebaikan sesuai yang Allah Ta’ala perintahkan. Nah, buku Prophetic Learning ini pun turut mengupas hal tersebut dan menjelaskan bagaimana cara menjadi muslim yang cerdas dengan mengikuti contoh generasi awal Islam terdahulu, yaitu jalan kenabian.
Buku ini dibagi menjadi sembilan pembahasan yang disertai dengan kisah-kisah para pembelajar dan penuntut ilmu. Beberapa topik yang dibahas misalnya seperti bagaimana cara menata pikiran, mental dan fisik supaya efektif dalam belajar, lalu tentang kebiasaan-kebiasaan pembelajar seperti membaca dan menulis, juga ada pembahasan tentang cara menjadi guru yang inspiratif. Ada juga pembahasan tentang pengaruh maksiat terhadap proses belajar seseorang. Topik-topiknya cukup bagus, alhamdulillah.
“Perbuatan maksiat dapat menyebabkan dua hal dalam proses belajar seseorang. Pertama, perbuatan maksiat menurunkan kemampuan mengingat …. Kedua, perbuatan maksiat melemahkan kemauan seseorang.” (halaman 116)
Tadinya, ekspektasi saya terhadap judul Prophetic Learning ini cukup tinggi. Yang terlintas di kepala saya adalah lebih kepada pembahasan terstruktur dan sistematis tentang cara nabi dan generasi terdahulu belajar sampai mengajar. Tetapi ternyata tidak sedetail itu. Isi bukunya sangat bagus sih menurut saya, cuma ketika saya baca di usia saat ini, yang tak lagi muda, rasa-rasanya agak kurang mengena. Mungkin kalau saya baca saat masih kuliah dan aktif juga di organisasi, efeknya bisa lebih berbeda. Ditambah lagi muatan di dalamnya terlalu luas dibahas oleh penulis. Ada kesan seperti banyak bagian buku yang dicampur menjadi satu sehingga cukup lambat bagi saya untuk mencerna bagian demi bagiannya.
Selain poin di atas, kekurangan lain dari buku ini yang saya rasakan adalah hilangnya nuansa atau atmosfer keilmuan klasik. Contohnya seperti penulisan kutipan hadits. Mengapa redaksi hadits tidak ditulis secara penuh saja ketimbang hadits itu diceritakan ulang dengan kata-kata sendiri seperti menulis novel? Kesan keilmuannya jadi kurang terasa. Mungkin karena saya termasuk tipe pembaca yang lebih menyukai hal-hal yang cenderung ilmiah, formal atau sistematis untuk kategori sebuah buku nonfiksi, maka ketika bertemu bacaan seperti buku ini jatuhnya kurang berasa? Mudah-mudahan ini karena persoalan kebiasaan saya saja.
Di luar dari hal-hal yang saya rasa kurang pas, buku Prophetic Learning memberikan materi yang sangat bagus bagi setiap muslim untuk mengembangkan dirinya sebagai seorang pembelajar yang cerdas dan efektif dunia akhirat. Buku ini juga dilengkapi dengan lembaran-lembaran kerja atau praktik dari teori yang sudah dipaparkan, sehingga pembaca bisa langsung mencobanya sendiri. Bukankah setiap diri kita adalah pembelajar di dunia ini? Kita menjalani kehidupan masing-masing sambil belajar di universitas kehidupan dan tentunya akan terus berproses agar lebih baik lagi. Dengan membaca buku ini, kita bisa sedikit-sedikit mulai memperbaiki diri. Kita akan berupaya belajar mendalami ilmu untuk kehidupan akhirat kita. Dan bagi para pemuda dan remaja, buku ini layak untuk dimiliki. Beruntung bagi saya diberikan buku ini oleh ParcelBuku.net sebagai hadiah dari menang Islamic Reading Challenge 2015 bulan April yang lalu untuk buku Utamakan Shalawat. Terima kasih Parcel Buku 🙂