GlobetrotterJudul: Globetrotter: Keliling Eropa 82 Hari
Penulis: Arunia Syamsidar
Penerbit: DIVA Press
ISBN: 978-602-255-135-5
Tebal: 184 hlm
Tahun terbit: Mei 2013
Cetakan: Pertama
Genre: Nonfiksi, Perjalanan
Rating: 3/5

Selama ini, yang saya pahami tentang bagaimana cara melakukan perjalanan wisata ke Eropa bagi orang biasa seperti saya adalah lewat biro travel dan paket wisata, menginap di hotel atau jenis penginapan lainnya, dan menyewa pemandu wisata, yang pastinya akan membutuhkan dana tak sedikit. Yap. Pola berpikir saya masih seperti pola pikir zaman dulu, ketika wisata ke luar negeri menjadi sesuatu yang mewah dan sulit dijangkau. Meskipun di era super digital seperti sekarang informasi traveling semakin mudah ditemukan, bahkan dengan berbagai paket promo wisata yang murah dari biro-biro perjalanan maupun maskapai penerbangan, namun tetap saja Eropa itu jauh, dan semua itu pasti membutuhkan dana yang mahal hanya untuk waktu perjalanan yang singkat. Bagaimana jika perjalanan itu dilakukan dalam bilangan bulan? Wah! Entah berapa euro yang harus saya keluarkan jika ingin melakukannya. Mungkin bisa mencapai ratusan juta jika dirupiahkan?

Cara berpikir saya itu kemudian terpatahkan oleh Arunia Syamsidar yang menceritakan pengalaman 82 hari perjalanannya mengelilingi Eropa lewat buku Globetrotter ini. Julukan Globetrotter, yang artinya seseorang yang sering traveling ke mana saja, didapatkan Arunia dari seorang teman Australia-nya. Buku ini memberikan informasi yang sangat baru bagi saya—dan mungkin juga bagi pembaca lainnya—bahwa ternyata sangatlah memungkinkan untuk melakukan perjalanan wisata berbulan-bulan keliling Eropa dengan budget minimal dan keasyikkan yang tak kalah serunya dengan perjalanan wisata pada umumnya. Bahkan mungkin lebih seru.

Arunia membagi kisahnya menjadi dua bagian. Pertama, layaknya buku panduan travel, Globetrotter memberi informasi seputar travel advisory atau berbagai tips seputar mengurus visa, packing, dan budgeting, tetapi dengan cara yang berbeda, yaitu ala budget traveler alias dengan cara hemat. Di dalam buku ini, Arunia berbagi tips kepada calon traveler bagaimana memilih visa yang sesuai dengan perjalanan kita, bagaimana mendapatkan akomodasi ‘gratis’, menyusun perencanaan seputar kota tujuan, daftar pilihan aneka transportasinya, serta hal-hal lainnya secara mendetail berdasarkan pengalamannya di dunia nyata.

Lewat buku ini pula saya banyak mendapatkan pengetahuan baru, bahwa ternyata ada website dan organisasi nirlaba internasional tertentu yang memungkinkan kita mencari host untuk tempat menginap gratis. Ini semacam jaringan traveler di seluruh dunia yang saling tolong-menolong bagi sesama budget traveler. Selain itu, di beberapa negara ternyata juga menyediakan tempat camping bagi traveler yang membutuhkan akomodasi dengan fasilitas layaknya hotel, tentunya masih dengan budget minim.

Di bagian kedua, Arunia menceritakan rangkaian perjalanannya ke 13 negara dan 52 kota di benua Eropa dengan pengalaman yang berbeda-beda. Ia mengisahkan pengalamannya bersama host yang berbeda karakter dan budaya, kesulitan berkomunikasi dengan warga setempat di negara tertentu yang tidak selalu bisa berbahasa Inggris, ragam cita rasa kuliner yang ia temukan, kehangatan keluarga dan persahabatan, jalanan kota yang membawanya pada kesan sejarah masa lalu, juga aneka pengalaman baru dan seru lainnya yang ia alami di tempat-tempat tersebut. Tak hanya pengalaman mengasyikkan yang ia ceritakan, tapi juga sedikit kejadian yang membuatnya selalu waspada. Dan coba tebak! Di Italia, Arunia bahkan sempat mengalami kejadian yang mengkhawatirkan karena prilaku host-nya yang kurang sopan! Hey, bagaimana ceritanya itu?

Selain mengunjungi tempat-tempat wisata yang sangat banyak dan menyenangkan, Arunia juga menceritakan sekilas tentang kehidupan sosial di negara yang ia kunjungi, lalu pengalamannya menginap di camping site, berburu transportasi, kucing-kucingan dengan petugas parkir dan keamanan, dan masih banyak lagi. Seru, ya? Perjalanan wisata yang didapat dengan cara-cara berpetualang atau backpacker seperti ini tentunya menghasilkan rasa yang berbeda dari perjalanan komersil atau konvensional, dan ini pastinya semakin memperkaya pengalaman seorang traveler.

Saya baru membaca sekitar dua sampai tiga buku saja seputar traveling ke Eropa. Di antara buku-buku yang sudah saya baca itu, Globetrotter bisa dibilang sebagai perkenalan baru saya terhadap dunia budget traveler yang berbeda dari biasanya. Makanya, buku ini bagi saya memang cukup seru karena berisi banyak informasi yang saya sama sekali belum tahu. Meskipun begitu, khusus bagian kedua yang mengisahkan perjalanan penulis di tiap kota yang dikunjungi, rasanya memang agak sedikit kurang banyak. Bagian kedua ini kisahnya terkesan seperti terburu-buru, hanya menceritakan urutan perjalanan penulis dari satu kota ke kota lain, tempat demi tempat, jadwal demi jadwal, host demi host, mulai dari start awal sampai akhir tujuan, tentunya tetap diiringi juga dengan pengalaman-pengalaman seru yang ia alami. Tapi menurut saya hal itu wajar, sih. Mengingat jumlah negara dan kota yang dikunjungi sangat banyak, tentu saja 184 halaman buku tidak akan cukup menampung semuanya secara detail. Menurut saya, kalau kisah journey-nya nanti dibuat lagi dalam bentuk buku perjalanan khusus yang lebih tebal, lebih lux dengan foto-foto yang diambil penulis, diselipi kisah-kisah unik yang dialami dengan lebih rinci, mungkin kisahnya akan lebih lengkap, seru dan lebih enak lagi dinikmati.

Tapi, meskipun bagian perjalanannya sangat singkat dan padat, tetap saja bagi saya buku Globetrotter sangat bermanfaat. Maklum, saya hanya mengenal Eropa dari bacaan saja. Dan di buku ini, banyak sekali tempat-tempat yang saya belum familiar dengan namanya, belum pernah saya dengar, juga belum pernah saya lihat di internet atau televisi.

Menyusuri perjalanan Arunia Syamsidar lewat Globetrotter membuka mata saya, bahwa untuk melakukan perjalanan jauh seorang diri sangat dibutuhkan keberanian yang luar biasa, perencanaan dan perhitungan yang matang, kemampuan bersosialisasi dan komunikasi yang baik, intuisi dan feeling yang peka, komitmen yang kuat untuk keluar dari zona aman, juga kemampuan self defense, terutama bagi perempuan, yang setidaknya bisa sedikit melindungi diri selama perjalanan. Dengan itu semua, perjalanan akan semakin seru dan kaya pengalaman. Dan bagi calon traveler yang suka berpetualang, buku ini cukup layak dijadikan panduan lho, karena praktis dan efektif.