Judul: The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of the Window and Disappeared
Judul Asli: The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of the Window and Disappeared
Penulis: Jonas Jonasson
Alih Bahasa: Marcalais Fransisca
Penerbit: Penerbit Bentang
ISBN: 978-602-291-018-3
Tebal: 508 hlm
Tahun terbit: Juli 2014
Cetakan: Kedua
Genre: Fiksi Komedi, Satire
Rating: 5/5
“Que Sera, Sera. Apa pun yang terjadi, terjadilah.”
Benar-benar gila, lucu dan absurd! Itulah kesan saya selesai membaca novel ini. Hampir seluruh halaman dari novel ini membuat saya terkekeh geli. Pertama kali mengetahui informasi tentang buku ini adalah dari ulasan mbak Annisa Anggiana di blognya. Pada saat mbak Annisa mengulas novel ini tahun 2013, di Indonesia sendiri belum terbit edisi terjemahannya. Jadi yang diulas beliau adalah buku edisi Bahasa Inggris. Nah, saya sendiri membaca ulasan tersebut setahun kemudian, di tahun 2014. Saat itu pun buku ini belum diterjemahkan juga. Saya ingat, saat itu saya salah persepsi tentang novel ini. Saya lupa tepatnya mengapa saya salah persepsi. Entah karena membaca sesuatu di blog orang lain, atau mungkin karena salah mengartikan sinopsis dan ulasan berbahasa Inggris yang ada di internet (yah, maklum, kemampuan Bahasa Inggris saya pas-pasan, haha), sehingga anggapan saya tentang ‘menghilangnya’ tokoh yang diceritakan di dalam novel tersebut ada kaitannya dengan unsur magis, yang membuat saya menjadi kurang berminat. Ditambah lagi embel-embel bahwa si tokoh tersebut merubah sejarah dunia terkait bom atom dan lain sebagainya, semakin membuat saya berekspektasi bahwa cerita ini pastilah ada kaitannya dengan mesin waktu atau hal-hal fantasi seperti itu.
Ternyata anggapan saya tersebut terbantahkan setelah beberapa bulan kemudian novel ini akhirnya diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Dari ulasan mereka-mereka yang sudah membaca edisi terjemahannya, saya akhirnya mengambil kesimpulan bahwa buku ini menarik. Tepat pada bulan September 2014, novel ini pun berada di tangan saya saat pertemuan anggota BBI Medan yang ketiga kalinya. Empat dari lima orang di antara kami berulang tahun di bulan itu, jadi kami bersepakat untuk mengadakan tukaran kado berlima, dan novel ini menjadi wish list saya. Dan saya tidak salah pilih.
Saya suka sekali karakter si Allan Karlsson yang polos—kalau memang cocok disebut polos—karena agak sulit membedakan antara polos, bodoh atau konyol di buku ini. Haha! Jadi, di hari ulang tahunnya yang keseratus tahun, Allan melompat dari jendela kamarnya di panti jompo dan kabur, dengan masih menggunakan sandal tidurnya. Tanpa sengaja, ia bertemu dengan seorang pria berjaket dengan tulisan “Never Again”. Si pria ini kebelet ingin ke toilet, tapi koper besarnya tidak muat di pintu toilet, sehingga ia dengan terpaksa menitipkan koper tersebut pada Allan yang kebetulan berada di dekatnya. Tiba-tiba bus yang ditunggu Allan datang. Tanpa pikir panjang, Allan menaiki bus itu sambil menyeret-nyeret koper tersebut. Apa yang akan terjadi, terjadilah, yang penting ia harus secepatnya kabur sejauh mungkin dari panti jompo. Dan petualangannya pun dimulai.
Allan berhenti di stasiun Byringe dan bertemu dengan Julius Jonsson. Mereka menjadi dua bersahabat sekarang. Dan ternyata, pemuda berjaket “Never Again” itu adalah seorang penjahat, yang saat ini mengejar-ngejar Allan. Yah, lebih tepatnya mengejar kopernya. Lalu terjadilah sebuah insiden kecil yang kemudian membawa Allan dan Julius pada petualangan seru mereka berikutnya. Dikejar-kejar komplotan penjahat, mereka kemudian bertemu dengan Benny Ljungberg si pemilik kios hot dog dan si jelita Gunilla Bjorklund. Sebenarnya apa isi koper besar tersebut sampai-sampai mereka harus melarikan diri bersama seekor gajah dan anjing di dalam sebuah bus kuning besar, dikejar-kejar polisi yang sok kompeten, lalu berakhir di rumah Buster, abangnya Benny, dengan timbunan semangka dan ‘mayat’ seseorang? Yah, ini memang petualangan yang menegangkan. Apakah Allan akan berhasil dengan perjalanannya tanpa tertangkap? Apakah sekawanan tersebut bisa mencapai tujuan dan impiannya? Cerita ini benar-benar seru!
The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of the Window and Disappeared ditulis dengan alur maju-mundur. Pembaca akan dibawa ke tahun-tahun lampau Allan Karlsson dan ke masa sekarang Allan bersama teman-temannya secara bergantian. Kita akan mengetahui kisah perjalanan hidup Allan di masa lalu, mulai dari bertemu Presiden Truman, Mao Tse-Tung, sampai makan malam bersama Stalin dan meledakkan banyak tempat. Sejak kecil, Allan memiliki minat yang tinggi pada peledak. Ia tak suka mendengar atau membicarakan politik. Apa saja boleh asal jangan politik karena menurutnya politik itu tidak ada asyiknya. Allan juga tak suka menjadi pengikut paham apa pun. Ia suka sekali berbicara. Kalau sudah berbicara, Allan tak bisa berhenti dan, ceritanya akan merembet ke mana-mana sampai siapa saja yang mendengarnya akan merasa geram. Dan kalau kita membaca cerita Allan di dalam novel ini, kita akan tertawa dan terkekeh mengikuti pola pemikiran Allan dan berbagai tingkah atau langkah yang diambilnya. Memang benar-benar absurd!
“Balas dendam itu tidak baik.” Allan memperingatkan. “Balas dendam itu seperti politik, satu hal akan diikuti hal lain sehingga buruk menjadi lebih buruk dan yang lebih buruk akan menjadi paling buruk.” (halaman 89)
Salah satu contoh kekonyolan yang dilakukan Allan adalah ketika ia ingin pulang ke Swedia dari Tiongkok. Kebayang, tidak, sih, ada orang yang melakukan perjalanan pulang dengan jalan kaki selama berbulan-bulan hanya berbekal peta buta, melewati banyak pegunungan dan daratan, tapi kemudian di tengah perjalanan, ia merasa tidak yakin dengan arahnya sehingga ia putar balik berjalan ke rute awal, lalu mengulang kembali perjalanannya dengan arah yang menurutnya benar? Dan hal konyol itu benar-benar dilakukan oleh Allan! Haha.
Ada banyak sekali hal-hal konyol yang dilakukan Allan, tapi lucunya, segala kebetulan dan kekonyolan itu justru memberikan banyak keuntungan bagi hidup Allan. Ia bisa menikmati kemewahan tanpa keluar uang sepeser pun. Allan bisa mengunjungi berbagai negara dan bertemu banyak tokoh besar. Hal lainnya yang membuat saya geli adalah sikap tokoh-tokoh di novel ini yang juga sama konyolnya dengan Allan. Juga detail cerita yang ditambahkan penulis terkait sejarah peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia. Meskipun pada kenyataannya tokoh-tokoh maupun sejarah tersebut benar adanya, tapi Jonas Jonasson menggambarkannya secara imajinatif di novel ini, yang menambah kisah tersebut menjadi lebih … konyol! Haha.
Tapi, ada satu hal yang sebenarnya menurut saya cukup menarik untuk dicermati. Memang, cerita yang disuguhkan oleh novel ini tergolong komedi. Humor. Tapi menurut saya, penulis mungkin saja ingin membuat sebuah kritik atau sindiran atas kondisi pemimpin-pemimpin atau negara-negara di dunia secara implisit. Yah, semacam satire barangkali, karena di sini dikisahkan bagaimana sikap para pemimpin dunia seperti Stalin, Mao Tse-Tung, Kim Il Sung atau para Presiden Amerika Serikat terkait pandangan dan pemikiran mereka. Ada juga diceritakan tentang kondisi negara Indonesia dan provinsi Bali yang segalanya memungkinkan selama ada uang.
“Hidup berjalan sedemikian rupa sehingga benar tidak selalu benar, tetapi apa yang dikatakan benar oleh orang yang berkuasa.” (halaman 360)
“Indonesia adalah negara di mana segalanya mungkin,” kata Allan. (halaman 483)
Sungguh ironi, bukan? Bahwa penulis yang orang asing bahkan lebih mengetahui hal-hal jelek dari Indonesia dan negara-negara lainnya, yang disebutkan sebagai latar tempat dalam novel ini, ketimbang hal-hal positifnya. Tapi, inilah memang kenyataannya. Kalau Anda membaca novel The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of the Window and Disappeared, Anda tentu akan sepakat dengan saya dalam hal ini. Miris.
Secara keseluruhan, saya memberi lima bintang untuk novel ini. Asyik, lucu, konyol, absurd sekaligus cerdas, dan gila! Bagaimana bisa sesuatu yang cerdas dibungkus dengan hal-hal konyol? Entah kata apa lagi yang cocok untuk menggambarkannya. Genre komedi seperti di novel ini memang termasuk genre favorit saya.
Jonas Jonasson adalah penulis dan jurnalis berkebangsaan Swedia. Novel ini sendiri pertama kali diterbitkan dalam bahasa aslinya, bahasa Swedia, di tahun 2009. Kemudian di tahun 2012 diterbitkan dalam edisi bahasa Inggris, dan sudah diadaptasi ke film layar lebar tahun 2013.
Satu buku lainnya yang juga ingin saya cicipi, di mana tokohnya agak sedikit mirip dengan keabsurdan Allan Karlsson, yaitu Forrest Gump. Semoga suatu saat saya bisa mendapatkan bukunya 🙂
Wah, jadi makin penasaran. Buku ini udah saya incar sejak tahun lalu, dan terus bertengger di wishlist sampai awal tahun ini. Semoga kesampaian beli di tahun ini. Judulnya catchy banget. dan kayaknya penuh sindiran, ya. Saya kayaknya bakal suka buku ini 🙂
Betul, Mbak. Ini banyak sindirannya, tapi sindirannya ya agak-agak konyol gitulah. bikin geli hihi. saya sih suka tipe buku kayak gini 😀
wah seruuu ya Evy
aku bukang penggemar novel komedi
kecuali kalau komedinya cerdas dan berwawasan.
jadi penasaran
Haiyaaaa jadi pengeen…
perasaan kalau habis baca review selalu kena demam ya? demam pengen 😀
@mbak yunita, iya seru emang. dari awal bacanya udah bikin ngikik geli hihi.
@mbak shabrina, betullll. demam pingin punya jugak kwkwkw
Aku baru selesai baca mba !!
Dan sedikit tertohok dengan cerita bagian Indonesianya 😂😂😂
Dan, apakah mantan presiden SBY membuat bom atom juga ? *Jeng jeng*
hahaha … tertohok sambil nelan pil pahit ya 😀
SBY? hmmm … mungkin beliau bisa juga mengundang si kakek tua ini untuk membicarakan hal-hal penting yang diperlukan tentang membuat bom atom dan hal-hal penting lainnya yang tidak dapat disebutkan secara rinci *ngomongnya dengan gaya si pak tua ngomong kwkwkw*
Ironis ya cerita buku ini mbak? tapi gak seironis cerita mantan istinya Jonas yang setia nemaninya saat susah dan cuman hidup dari sick pay pemerintah, yang kemudian dia depak saat bukunya mulai laris.
Mbak bilang heran kok darimana penulis ini bisa tau tentang Indonesia sampe segitu detailnya? jawabannya tuh ya dari mantan istrinya yang bernama Alexandra yang kelahiran Palembang, Indonesia. Mbak pasti gak tau kan?? gak heran sich, soalnya gak sedikitpun dia ngucapin terima kasih di bukunya itu pada Alex yang menginspirasi isi buku tersebut dengan menceritakan tentang indonesia dan sehala “keunikan” nya dan juga cerita tentang Mao Einstein yang kerja di UAE, itu juga cerita tentang temannya Alex, tapi ada gak ucapan terima kasih buat Alex?? jangankan terima kasih, wong dia aja gak berani mengakui kalau mantan istrinya tuh kelahiran Indonesia.
Yang bikin tambah miris tuh ya mbak, saat dia koar-koar tentang women power dan toady I called myself a feminist, dia sudah nyiksa mantan istrinya selama lebih dari 8 tahun dengan memisahkannya dari Jonatan, anaknya sendiri, bahkan sang anak yang sekarang berumur 10 tahun sudah di brainwashed bahwa ibunya itu gila, padahal kak Alex tuh fotographer profesional yang bahkan pernah diulas di majalah femina sama Nova.
Yang lebih gilanya bahkan sama guru-gurunya juga dibilangin bahwa Alex tuh bukan ibunya Jonatan, bahwa ALex tuh stalker yang berbahaya sampai kak Alex gak diperbolehkan bahkan hanya melihat dari seberang jalan sekolahnya.
Orang yang tahu cerita tentang kak Alex ini pasti nangis, saat Jonas diam2 membawa Jonatan pindah ke kota kecil Gotland, Alex meninggalkan segalanya demi bisa dekat dengan anaknya dan pindah ke daerah asing dengan keuangan yang terbatas yang diperparah dengan fitnah yang disebar Jonas bahwa Alex tuh stalker gila sampe2 gak ada yang mau nyewain kamar buatnya, Alex pernah tidur di lantai yang dingin tanpa kasur, di musim dingin dan makan hanya dari buah2an yang jatuh di taman kota, itu baru miris banget mbak, kalau mbak tergerak untuk mengetahui kisah selengkapnya, bisa dilihat di savejonatan.blogspot.com dan kalau bisa bantu sign and share petisi @SaveJonatan ya, change.org/p/reunite-jonatan-with-his-indonesian-mother-alex-tjoa.
Terima kasih banyak. #StopRacism #ThisIs2017.
wahhh, saya malah baru tau tentang kisah di belakang layar ini mbak. sejujurnya buku ini buku Jonas pertama yang saya baca. dan terus terang memang saya belum pernah mencari tahu penulisnya itu seperti apa secara detail, kecuali dari artikel bio di buku atau internet. karena saya cuma penikmat buku, jadi terlepas dari kisah hidupnya, saya memang cuma menikmati bukunya saja, tidak terlalu mencari tahu siapa dan bagaimana orang yang menulisnya. gak sangka ya ternyata sikap penulisnya di realita itu seperti itu.
makasih ya mbak sudah diinfokan. iya, sudah saya kunjungi webnya, dan sedang baca-baca ini. mudah-mudahan bisa jadi pelajaran buat kita ya kasus seperti ini. terima kasih.
sama-sama mbak, aku asli geram banget sama penulis yang satu ini, di afrika selatan sana dengan bangganya bilang “Today I called my self a feminist” padahal psyco pemerkosa hak seorang ibu dan anak, sudah gitu penyebar berita hoax terbesar lagi soal Alex dan sebalnya lagi karena dia KAYA dan TERKENAL orang lebih percaya pada kebohongannya dibandingkan kebenaran Alex walapun Alex memiliki bukti2 yang fakta, tetap saja dunia dengan bantuan media2 yang sudah disuapnya itu bisa mengubur kebenaran, it’s just so not fair
halo, saya ingin membeli buku ini, tapi sepertinya di gramedia tidak ada, saya sudah mencari kemana2 tapi ttp nihil. untuk online saya masih agak ragu karena takut, kualitas hard nya, seperti kertas, cover dll. jika ada yang bisa membantu, silakan email saya di mayangclarisa@gmail.com . saya berterima kasih atas bantuannya.