buku dongeng anak-anak bergambar 20 - tiga sekawanJudul: Tiga Sekawan
Penulis: Shogo Hirata
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
Jumlah halaman: 25
Dimensi(LxP): 17 x 18
Format: Softcover

Ketika kecil, selain menonton televisi, adakah hal lain yang lebih menyenangkan daripada bermain di luar bersama teman-teman? Bagi anak-anak pada umumnya, kedua hal ini menjadi rutinitas yang mengasyikkan dan terkadang melenakan. Beruntung bagi kami yang diberi batasan dalam hal bermain dan menonton TV saat masih berada di bangku SD. Di zaman itu tahun 90-an, channel televisi belumlah banyak seperti sekarang, selain TVRI. Namun jika kita menggunakan parabola, kita bisa mendapatkan channel lainnya, yang tentu saja menyuguhkan banyak sekali film kartun. Saat itu kami sudah memasang parabola, namun ayah membatasi kami bermain di luar atau menghidupkan TV jika belum belajar, membuat PR atau tidur siang. Pembatasan itu tidak berlaku jika mamak (Ibu, red) mengajak kami jalan-jalan ke toko buku.

Awalnya saya tidak suka membaca, namun karena seringnya mamak mengajak saya dan adik-adik ke toko buku, kami mulai familiar dengan dunia buku. Meskipun begitu, kegemaran membaca saya masih belum muncul, sampai suatu ketika mamak membelikan kami buku dongeng anak-anak bergambar. Seperti yang pernah saya ceritakan dua bulan lalu di salah satu postingan blog saya, buku dongeng anak-anak bergambar ini telah berhasil memancing rasa ingin tahu dan ketertarikan saya pada buku.

Semua buku dongeng yang dibeli mamak sangat bagus dan menarik. Saya tidak terlalu ingat tepatnya judul apa pertama kali yang dibelikan mamak, tetapi ada satu judul yang sangat inspiratif bagi saya ketika kecil dan begitu membekas di ingatan saya hingga sekarang. Mungkin judul ini juga cukup memberikan pengaruh besar dalam hidup saya. Buku dongeng yang saya maksud berjudul Tiga Sekawan, berkisah tentang tiga ekor babi yang memiliki cara berbeda dalam menyikapi hidup. Well, saya tidak suka babi, tetapi hal itu tidak berpengaruh sedikit pun saat membaca buku ini. Tiga babi tersebut digambarkan dalam bentuk kartun yang lucu. Grafis buku yang penuh warna dan cantik, yang ditorehkan di atas kertas lux tebal dan licin, membuat saya suka dan hanyut dengan ceritanya.

***

Cerita bermula dari sebuah keluarga babi yang terdiri atas ibu dan ketiga anaknya dengan watak berbeda. Saat untuk mandiri bagi ketiga anak babi itu sudah tiba. Ayah mereka meninggalkan warisan untuk masing-masing babi. Ibu babi meminta ketiga anaknya untuk pergi dan mulai membangun rumah mereka sendiri. Ia berpesan agar mereka melakukan hal terbaik dan membuat rumah yang kokoh agar serigala tidak bisa memangsa mereka.

Babi pertama membangun rumahnya dari jerami karena murah, sedangkan babi kedua dari kayu karena merasa kayu lebih kuat daripada jerami. Sementara itu, babi ketiga memiliki cara berpikir yang lebih bijaksana. Ia memilih untuk membangun rumahnya dari batu bata meskipun harganya agak mahal, sebab menurutnya batu bata lebih kuat dibandingkan yang lain.

Suatu ketika, seekor serigala yang suka memangsa babi kecil lewat dan menemukan rumah babi pertama yang terbuat dari jerami. Karena tidak dibolehkan masuk, si serigala meniup rumah babi kecil. Seketika saja rumah itu rubuh dan babi pertama dimangsa oleh serigala. Serigala berjalan lagi dan menemukan rumah babi kedua. Hal yang sama dilakukannya, meniup rumah kayu itu dan memangsa babi kedua. Selanjutnya ia tiba di rumah babi ketiga. Serigala masih lapar dan ingin memakan babi ketiga. Ia pun meniup sekuat tenaga rumah itu, tetapi karena terbuat dari batu bata, rumah itu sangat kokoh dan tidak bisa ditiup.

Serigala itu tidak mudah menyerah. Ia mencoba masuk lewat cerobong asap, tetapi babi ketiga mengetahui hal itu dan menyalakan perapian dengan sepanci besar air panas di dalamnya. Si serigala yang malang akhirnya masuk ke dalam panci tersebut dan mati.

***

Cerita dalam dongeng ini memang sangat sederhana, tetapi memiliki pesan moral yang baik, bahwa dalam hidup ini, kita seharusnya melakukan sesuatu dengan bijaksana, dengan cara terbaik yang bisa kita tempuh, agar hal tersebut membawa hasil yang baik pula, seperti si babi ketiga.

Mengapa buku ini cukup berpengaruh dalam hidup saya? Saat membacanya, saya masih SD, tetapi apa yang dilakukan si babi ketiga itu memberi saya ide untuk menabung. Menabung? Yup, menabung. Saat itu saya berpikir untuk menabung dan suatu saat ingin membangun rumah dengan batu bata, persis seperti rumah si babi ketiga. Rumah mungil tanpa kamar dengan perapian dan tempat tidur. Ide yang teramat polos, ya? Begitulah, namanya masih anak-anak. Tepat tidak berapa lama setelah itu, SD saya mengadakan program menabung. Saya akhirnya memiliki buku tabungan pertama saya!

Selain ide menabung, buku dongeng ini juga membuat saya lebih jatuh cinta pada buku. Saya lalu membaca jenis buku lain selain dongeng bergambar seperti cerita rakyat, majalah Bobo, komik Doraemon, cerita nabi, serta buku-buku lainnya yang rutin kami beli bersama mamak setiap bulan.

Kegemaran akan buku kemudian memunculkan ide di kepala saya untuk suatu saat memiliki perpustakaan dengan rak-rak bersusun cantik berisi buku-buku yang saya suka, seperti di toko buku. Sejak kecil, saya sudah jatuh cinta dengan deretan buku-buku yang disusun rapi di rak-rak panjang. Rasanya dunia ini begitu mengasyikkan. Ya, karena saat itu saya masih kecil, saya tidak pernah memikirkan bagaimana caranya mewujudkan cita-cita itu. Pokoknya kalau sudah besar, saya ingin punya perpustakaan di rumah, begitulah yang ada di pikiran saya. Sudah, begitu saja. Impian hanya menjadi sebatas impian, keinginan dan harapan.

Meskipun ide itu hanya sebatas impian masa kecil, tetapi saya bersyukur, semangat dari ide itu tidak pernah padam sampai SMA, sampai sekarang. Kecintaan saya pada buku menghantarkan saya pada buku yang satu ke buku yang lain. Dan tahukah Anda? Impian kecil saya itu kini sudah terwujud. Sekarang saya memiliki perpustakaan pribadi bernama Pustaka Hanan dengan rak-rak panjang berisi deretan buku, seperti keinginan saya dulu. Walaupun belum ideal, tetapi saya tetap bahagia bisa memandangi rak-rak itu dan membaca satu demi satu buku di dalamnya.

rak-rak buku di rumah

rak-rak buku di rumah

Saya kehilangan buku Tiga Sekawan ini, juga buku-buku lainnya, setelah pindah ke Medan di usia 11 tahun. Hilangnya mungkin karena tidak dikembalikan oleh si peminjam. Hingga saat tulisan ini dibuat, saya masih belum berhasil mendapatkan penggantinya. Buku dongeng bergambar lainnya sebagian besar sudah saya dapatkan, tetapi Tiga Sekawan masih terus saya cari. Semoga suatu saat saya bisa mendapatkan/membeli buku ini lagi. Betapa saya merindukan grafisnya dan ketiga babi itu. 🙂

Dalam rangka ikut event #5BukuDalamHidupku yang diadakan oleh Irwan Bajang

Dalam rangka ikut event #5BukuDalamHidupku yang diadakan oleh Irwan Bajang

Medan, 12 November 2013