Judul: Balita pun Hafal Al-Qur’an
Penulis: Salafuddin Abu Sayyid
Penyunting: Said Kamil
Penerbit: Tinta Medina
ISBN: 979-602-9211-49-8
Tebal: 156 hlm
Tahun terbit: Februari 2012
Cetakan: Pertama
Genre: Agama Islam, Al-Qur’an
Rating: 3/5
Menghafal Al-Qur’an memiliki manfaat dan keutamaan yang tinggi. Selain mendapatkan pahala kebaikan, penghafalnya juga diberikan keistimewaan dan keberkahan hidup di dunia dan akhirat. Masalahnya, menghafal 30 juz Al-Qur’an seringkali dianggap sebagai aktivitas yang sulit bagi sebagian besar umat muslim, sehingga banyak di antara kita yang kemudian enggan atau merasa mustahil duluan untuk menghafalnya. Padahal, Allah telah menjamin kemudahannya, seperti yang tercantum di firman Allah dalam surat Al-Qamar ayat 17, yang artinya berbunyi,
“Sesungguhnya Kami telah memudahkan Al-Qur’an untuk diingat, maka adakah yang mau mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar: 17)
Selain anggapan sulit, alasan lainnya yang juga menjadi penghalang seseorang dalam menghafal Al-Qur’an adalah karena bahasa aslinya bukanlah bahasa Arab dan faktor usia bagi yang sudah tua. Bagi mereka yang meyakini penghalang tersebut, buku ini kemudian hadir untuk mematahkan semua anggapan yang selama ini menghalangi seseorang menghafal Al-Qur’an.
Buku Balita pun Hafal Al-Qur’an yang ditulis oleh Salafuddin Abu Sayyid ini berisi kisah-kisah inspiratif para penghafal Al-Qur’an dari seluruh penjuru dunia. Tidak hanya mereka yang berkebangsaan Arab dan menggunakan bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari saja yang mampu menghafal Al-Qur’an, melainkan juga mereka yang sehari-harinya tidak berbahasa Arab seperti kita di Indonesia, mulai dari usia balita hingga lansia, mulai dari yang normal hingga yang cacat fisik.
Salah satu anak hebat penghafal Al-Qur’an adalah Abdullah Fadhil Asy-Syaqaq yang telah hafal Al-Qur’an pada usia kurang dari 7 tahun. Untuk mencapai prestasi ini, kedua orang tua Fadhil tidaklah tanpa usaha maksimal. Proyek hafalan Al-Qur’an Fadhil ternyata telah dimulai sejak janin di dalam kandungan ibunya berusia 3 bulan. Sang ibu dengan tekun dan rutin membacakan Al-Qur’an sebanyak satu juz per hari selama sebulan secara tartil. Lalu di bulan keempat, sang ibu melanjutkan bacaannya dengan menambahkan 1 juz per hari dari bulan sebelumnya. Begitu seterusnya hingga bulan kesembilan jumlah juz yang dibaca ibu Fadhil menjadi 7 juz per hari. Subhaanallaah. Program apa selanjutnya yang dibuat ayah dan ibu Fadhil untuk proyek hapalan Al-Qur’annya hingga ia menjadi hafizh?
Jika tadi kisah tentang anak kecil yang mampu menghafal Al-Qur’an bisa dijumpai di bab pertama, maka di bab kedua buku ini pembaca bisa mengetahui kisah para kakek dan nenek berusia senja yang juga mampu menghafal Al-Qur’an. Misalnya seorang kakek bernama Malik Muhammad Abdullah Malik yang berprofesi sebagai sopir. Ia selalu menghafal ayat Al-Qur’an setiap kali berhenti di lampu merah hingga akhirnya berhasil mencapai 30 juz di usia 70 tahun. Lalu ada juga seorang nenek berusia 80 tahun yang akhirnya berhasil menghafal 30 juz Al-Qur’an dan menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an dalam berkomunikasi dengan orang lain. Subhaanallaah.
Selain kisah para balita dan lansia, di bab ketiga juga ada kisah-kisah unik dan ajaib para penghafal Al-Qur’an seperti Imam Nafi’ yang aroma mulutnya wangi kesturi. Ada pula kisah seorang anak yang buta atau yang mengidap autisme namun mampu menghafal Al-Qur’an. Kisah-kisah tersebut bukanlah isapan jempol belaka karena orang-orangnya memang ada dan nyata. Dari semua kisah itu, ada satu benang merah yang bisa pembaca simpulkan, bahwa siapa saja bisa menghafal Al-Qur’an. Siapa saja, tidak peduli batas negara, bahasa, usia, bahkan keterbatasan fisik, semua bisa menghafal Al-Qur’an dengan mudah asalkan memiliki komitmen yang kuat.
Hanya saja, meskipun kisah-kisah di buku ini ditulis berdasarkan sumber yang cukup memadai, tapi bagi saya seperti masih ada yang kurang greget. Apa ya? Semacam perasaan kurang puas dengan cara pemaparan kisahnya. Kurang detail dan kurang menyentak-nyentak. Ibarat mendengar seseorang bercerita pada kita secara garis besar. Selain itu, ada satu kisah yang disebutkan penulis sebagai kisah yang masih diragukan kevalidannya. Saya cukup heran. Jika memang belum terbukti keabsahannya, hanya sebatas kisah dari mulut ke mulut, mengapa dimasukkan? Alangkah baiknya jika hanya kisah-kisah nyata saja yang dijadikan referensi.
Terlepas dari kekurangan tersebut, tetap saja membaca buku ini membuat saya lebih termotivasi lagi untuk terus mencoba menghafal Al-Qur’an. Juga membuka mata saya tentang bagaimana memancangkan proyek hapalan Al-Qur’an untuk anak dan diri sendiri. Kesulitan atau halangan menghafal bukan datang dari orang lain atau di luar diri kita, melainkan dari dalam diri kita. Maka, jika kita mampu mematahkan halangan di dalam diri kita itu dan berkomitmen dengan tekad yang kuat, in syaa Allaah kita bisa mengejar hafalan seperti mereka-mereka yang ada di buku ini. Tidakkah kita ingin menghadiahi mahkota di akhirat nanti untuk kedua orang tua kita? Tidakkah kita juga ingin mendapatkan ridha dan berkah Allaah lewat hafalan Qur’an kita? Jika iya, mungkin buku ini bisa menjadi awalan yang sangat bagus dibaca untuk menambah motivasi dan pengetahuan kita seputar menghafal Al-Qur’an.
==========
Dalam rangka pengembangan perpustakaan kami, kami juga membuka divisi usaha berupa toko buku online di Toko Buku Pustaka Hanan. Apabila rekan-rekan sedang mencari buku ini atau buku Islam lainnya, bisa menghubungi kami.
Inspiratis sekali bukunya mbak ^^… Semoga bisa menjadi penghafal-penghafal Al Qur’an selanjutnya… Aamiin…
aamiin… mari mbak sama-sama berlomba 🙂
Alhamdulillah dahsyat jika bayi dn lansia bisa hafal alquran….bgmn mantain komitmen mwnghafal alquran spt tetap istiqamah?