Judul: Si Penghuni Mars
Judul Asli: The Martian
Penulis: Andy Weir
Penerjemah: Rosemary Kesauly
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-602-03-2439-5
Tebal: 528 halaman
Tahun terbit: 2015
Cetakan: Kesatu
Genre: Fiksi Sains
Rating: 5/5

Saya mengenal dua Mark yang sama-sama berjuang untuk bertahan hidup. Bedanya, yang satu Mark Boyle si Moneyless Man, bertahan hidup tanpa uang di bumi, sedangkan Mark yang lain bertahan hidup di Mars, planet merah yang tak satupun terdapat tanda-tanda kehidupan.

Namanya Mark Watney. Tadinya Watney hanya menjalankan misi botaninya ke Mars. Serangkaian badai pasir menghambat diri dan teman-temannya sehingga mengharuskan sekelompok ilmuwan dan astronot ini untuk kembali ke pesawat ruang angkasa mereka.

Di tengah-tengah badai tersebut, Watney mengalami kecelakaan. Mengira dirinya sudah mati, teman-temannya terpaksa meninggalkan Watney. Untungnya Watney ternyata masih hidup dengan luka tancapan antena di perutnya.

Tapi, ia mungkin saja akan menjadi orang pertama yang akan mati di Mars sebab ia harus menghadapi beberapa masalah penting; Tak ada air, tak ada oksigen, tak ada makanan dan tak ada komunikasi.

Watney terpaksa memutar otak dan memaksimalkan kreativitas dan kemampuannya demi bertahan hidup di kondisi yang tidak ideal bagi manusia. Dengan aneka hitungan dan rumus, ia mulai memperkirakan berapa banyak makanan, air dan oksigen yang akan ia butuhkan.

Seperti halnya Boyle yang menanam sendiri makanannya, Watney juga memanfaatkan kotorannya untuk menanam kentang di Mars — Yah, barangkali jika suatu saat mereka berjumpa, mereka bisa saling menceritakan pengalamannya masing-masing 😀

“Toilet-toilet HAB sangat canggih. Tinja langsung disedot sampai kering, lalu disimpan dalam kantong-kantong tertutup untuk dibuang ke permukaan.” (halaman 26)

Watney juga harus memecahkan masalah air dan oksigen. Tak hanya itu, ia juga harus memikirkan bagaimana caranya berkomunikasi dengan bumi, sebab sebaik apapun usahanya menghasilkan sumber kehidupan, semua tak akan ada artinya jika ia tidak bisa kembali ke bumi.

Ia pun harus memeras otak dan tenaganya untuk memikirkan bagaimana caranya untuk pergi ke lokasi misi Mars berikutnya yang cukup jauh, yang mungkin saja di sana ada alat komunikasi. Masalahnya, planet merah itu ternyata memiliki banyak rahasia dan kejutan yang tidak diperhitungkan oleh Watney ….

Bagaimana ya nasib Mark Watney di planet tak berpenghuni itu? Bagaimana cara ia membuat air dan oksigen? Apa ia berhasil kembali ke bumi atau justru terperangkap di planet merah?

***

The Martian karya Andy Weir adalah salah satu novel fiksi sains paling keren yang pernah saya baca. Saya sempat mengalami book hangover setelah menamatkannya. Membaca novel ini sama sekali tidak membosankan, justru kebalikannya; asyik, seru dan menyenangkan. Andy Weir cerdas sekali membuat novel ini begitu mengalir, ringan dan tidak monoton.

Cerita tentang Mark Watney ditulis dengan gaya penulisan jurnal harian, berupa catatan-catatan sol Mark Watney selama di Mars. Sol adalah istilah untuk menyebutkan hari di Mars. Waktu satu hari di Mars lebih lama sedikit dibandingkan satu hari di bumi sehingga kita menyebutnya sol, bukan hari.

Di dalam log catatannya itulah, pembaca akan mengetahui bagaimana perkembangan usaha Watney bertahan hidup, caranya ia menghasilkan oksigen, air dan makanan, juga termasuk curahan hati dan banyolan-banyolannya secara rinci.

Membaca novel ini mengingatkan saya pada mata kuliah termodinamika, kimia dan fisika sewaktu kuliah dulu. Di dalamnya terdapat banyak istilah-istilah teknik, perumusan dan perhitungan kimia dan fisika, tetapi semua itu tidak terkesan berat karena novel ini diterjemahkan dengan bahasa yang mudah dicerna menggunakan logika umum.

Kondisi Mars dan hal-hal yang dilakukan Watney dipaparkan dalam kacamata ilmiah sehingga sesuatu yang terkesan mustahil menjadi lebih masuk akal di tangan Andy Weir.

Selain dipenuhi dengan istilah-istilah teknik dan astronomi, novel ini juga dikemas dengan humor-humor ringan yang lucu dan menggelikan. Karakter Watney di sini adalah orang yang serius tapi santai, suka bercanda dan tidak menganggap suatu masalah sebagai hal yang membuat stress meskipun sebenarnya dirinya pasti mengalami kebingungan yang sangat.

Saya sendiri yang membacanya heran, kok ya sudah terancam nyawanya di Mars sana masih bisa rileks haha. Bisa-bisanya Andy Weir memadukan antara sci-fi yang umumnya serius dan berat dengan komedi yang ringan dan lucu. Sebuah perpaduan yang unik dan cerdas.

Kalau pembaca agak kesulitan membayangkan secara visual aktivitas yang dilakukan oleh Watney secara rinci juga lingkungan sekitar Mars, barangkali ini akan sedikit kompleks. Syukurnya novel ini sudah diangkat ke layar lebar, jadi kita bisa melihat secara visual adegan yang digambarkan di dalam novel ini lewat filmnya.

Bagi pembaca yang mungkin sering kecewa dengan film adaptasi dari buku, barangkali bisa mengecualikan The Martian, karena antara film dan bukunya, The Martian termasuk adaptasi yang sangat bagus. Yang pasti membaca bukunya lebih seru karena lebih detail.

The Martian memberikan banyak pengetahuan baru bagi saya. Selain itu, tokoh-tokohnya mengajarkan satu hal yang penting, bahwa dalam kondisi sesulit dan sesempit apapun, manusia sejatinya hanya perlu terus berusaha dan tidak putus asa, meskipun terkesan mustahil. Dan manusia akan selalu saling tolong-menolong ketika mengetahui ada orang lain yang kesulitan.

“Ancaman terbesar tentunya kehilangan harapan. Kalau Mark memutuskan dia tidak punya harapan untuk bertahan, dia akan berhenti berusaha.” (halaman 137)

“Saat seorang pemanjat gunung tersesat di pegunungan, orang-orang akan berkoordinasi untuk melakukan pencarian. Saat ada kecelakaan kereta, orang-orang mengantre untuk menyumbangkan darah, Saat ada gempa bumi yang meratakan seluruh kota, orang-orang dari seluruh dunia akan mengirimkan bantuan darurat.

Semua itu sifat fundamental manusia yang dapat ditemukan dalam budaya mana pun tanpa kecuali. Ya, tentu saja ada orang-orang brengsek yang tidak peduli, tapi mereka kalah jumlah dibanding orang-orang yang peduli. Dan karena itu, ada miliaran orang yang mendukungku.” (halaman 527)

Barangkali bagi sebagian orang yang sudah membaca The Martian, ada satu hal yang cukup menonjol ditampilkan oleh Weir, yaitu masalah lakban, seolah-olah banyak hal bisa diselesaikan dengan lakban di Mars sana, LOL.

Yah, pada kenyataannya, lakban memang memiliki banyak sekali fungsi. Tapi, menurut saya, ada banyak pelajaran selain soal lakban yang bisa dipetik pembaca dari karya Weir ini.

Bahwa novel ini sebenarnya bisa menjadi alternatif awalan bagi mereka yang tidak suka membaca buku sains karena sains digambarkan dengan cara yang mengasyikkan oleh Weir.

Ini bisa memberikan motivasi bagi para remaja atau orang dewasa untuk mulai menyukai ilmu pengetahuan. Sebenarnya berbagai aktivitas sehari-hari kita tidaklah jauh dari sains. Sains-sains sederhana yang mudah dipraktikkan sejatinya memiliki prinsip yang sama dalam penerapan yang lebih kompleks.

Mungkin saat sekolah dulu kita terlalu paranoid dengan rumus fisika dan reaksi kimia yang rumit. Padahal, dalam kondisi-kondisi tertentu, terkadang rumusan atau reaksi tersebut bisa berguna di saat genting jika kita memahaminya.

Selain itu, gambaran tentang aktivitas tata surya dan upaya meneliti Mars sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh para ilmuwan dan astronot, tetapi selama ini mungkin hanya dipahami sepintas lalu oleh sebagian besar manusia.

Lewat novel ini, sedikit banyak pembaca jadi tahu bagaimana gambaran di Mars sana. Meskipun fiktif, tetapi beberapa aspek ilmiah buku ini tetaplah disesuaikan dengan fakta. Ini kita bisa lihat dari latar penulisnya sendiri yang dibesarkan di lingkungan engineer.

Bagi saya yang memang orang teknik, meskipun sudah tidak berkutat dengan hal-hal seputar teknik secara khusus, membaca The Martian seolah mengulang kembali kenangan dan kecintaan terhadap sains. Sains itu asyik dan menyenangkan jika kita mau berteman dengannya 🙂