Judul: Mesin PR
Judul Asli: The Homework Machine
Penulis: Dan Gutman
Alih Bahasa: Maria M. Lubis
Penerbit: Atria
ISBN: 978-979-024-452-8
Tebal: 166 hlm
Tahun terbit: Juni 2010
Cetakan: Pertama
Genre: Fiksi Anak
Rating: 3,5/5
Bisakah kalian membayangkan ada sebuah mesin yang mampu membuatkan PR? Kita tinggal memasukkan lembar pertanyaan PR ke dalamnya, lalu mesin itu secara otomatis mengeluarkan lembaran itu lengkap dengan jawabannya. Iya, mesin PR itu ada. Brenton Damagatchi yang membuat sistemnya dan menggunakan scanner serta printer untuk mencetaknya.
Awalnya, mesin itu hanya menjadi rahasia Brenton sendiri, tetapi kemudian tiga siswa kelas 5 di Sekolah Dasar Grand Canyon mengetahuinya. Mereka tergabung di kelompok belajar skuadron D bersama Brenton. Snik, Judy, Kelsey dan Brenton akhirnya menggunakan mesin PR itu bersama-sama. Mereka menamakannya Belch. Betapa menyenangkan ketika kau tidak harus bersusah-payah mengerjakan PR-mu. Kau hanyak perlu duduk di depan Belch, lalu PR-mu selesai tak sampai hitungan satu jam, lengkap dengan tulisan tanganmu yang sama persis. Oh, betapa geniusnya ide Brenton ini.
Tapi … guru mereka mulai curiga mengapa nilai Snik dan Kelsey tiba-tiba sempurna. Ditambah lagi empat sekawan ini mendapatkan email dan telepon dari lelaki misterius. Apakah dia dari FBI? Atau jangan-jangan CIA? Dan tiba-tiba Snik mendapat kabar jika ayahnya meninggal dunia. Saat mulai menggunakan mesin PR itu, mereka tak akan pernah menyangka jika Belch akan menggiring mereka kepada masalah besar ….
“Aku benar-benar tidak membenci PR, sejujurnya. Namun, PR bisa menghabiskan waktu. Memiliki mesin yang melakukan PR bagiku membuatku bisa melakukan minat-minatku yang lain. Aku ingin lebih banyak mengetahui tentang psikologi, fisika, dan obat-obatan. Aku berharap bisa menemukan obat untuk luka di tulang belakang suatu hari.” (halaman 40)
Yah, kadang-kadang pemikiran anak-anak di novel ini hampir sama seperti pemikiran anak sekolah zaman sekarang. PR dari guru menjadi momok tersendiri bagi para siswa, apalagi jika PR itu banyak dan sulit. Namun ada juga siswa yang menyukai PR karena PR akan membuat siswa mengulang kembali pelajaran yang diterimanya sehingga bisa lebih paham lagi. Tetapi, tetap saja, kebanyakan dari anak-anak tidak menyukai PR.
Saya beri 3,5 bintang untuk novel ini. Sebenarnya ingin memberi 4 bintang, tapi sayangnya ada bagian yang agak berlebihan tentang Belch di sini, yang lebih berkesan seperti film sci-fi dengan komputer yang bisa berevolusi. Kenapa sih di bagian akhir harus ditambahkan cerita seperti itu? Rasanya seperti agak kurang pas. Tapi secara keseluruhan, novel ini memang menarik. Ceritanya dituliskan dengan sudut pandang tiap-tiap tokoh secara bergantian. Awalnya kita akan dibuat penasaran dan bertanya-tanya tentang apa sebenarnya yang terjadi, tapi lambat laun kita akan memahami alur ceritanya. Benar-benar cara yang unik dalam bercerita.
The Homework Machine karya Dan Gutman ini sebenarnya bagus untuk dibaca oleh anak-anak, para orangtua dan juga para guru. Bagi anak-anak, mereka akan belajar bahwa untuk meraih sesuatu, cara instan tidak selalu bisa membuahkan kebaikan. Mereka akan belajar bahwa kecurangan itu tidak benar. Sebaik apapun disembunyikan, kecurangan suatu saat pasti akan ketahuan juga. Sesuatu yang tidak benar minimal akan memunculkan rasa bersalah dan ketakutan di dalam diri si anak. Lewat tokoh Brenton yang genius tapi kuper, Snik yang usil, Judy yang selalu cemas, dan Kelsey yang uni, anak-anak bisa belajar memahami tentang perbedaan karakter dalam bersahabat. Bahwa seperti apapun kita berbeda, jika kita saling memahami, perbedaan itu tidak menjadi masalah.
Bagi orangtua dan guru, novel ini akan membuka mata mereka, bahwa mengandalkan PR sebagai acuan keberhasilan anak dalam menangkap pelajaran di sekolah tidak selalu tepat. Sebagian orangtua bahkan cenderung membiarkan anak-anak mereka mengerjakan PR sendiri. Pemikiran bahwa, ketika anak-anak sudah mengerjakan PR maka sudah amanlah pendidikannya, merupakan anggapan yang salah kaprah. Hanya menyuruh anak mengerjakan PR atau bertanya apakah ia sudah mengerjakan PR-nya tidaklah cukup. Anak juga butuh dukungan dan semangat dari orangtua. Membiarkan anak menyelesaikan PR-nya sendiri di rumah bisa saja membuat si anak frustasi ketika tugas yang diberikan itu ternyata sulit. Di sini tugas orangtua menjadi penyambung tangan guru di rumah dan juga sebaliknya. Para orangtua dan guru juga bisa belajar memahami psikologi dan cara memperlakukan anak lewat novel ini.
“Namun, aku berhati-hati untuk tidak memberitahu Sam bahwa aku senang karena dia senang bermain catur. Sam adalah salah seorang dari murid-murid yang berpikir bahwa jika seseorang yang sudah dewasa menyetujui sesuatu yang mereka lakukan, itu tidak akan keren dan mungkin dia harus berhenti melakukannya. Aku tidak ingin hal ini terjadi. Kau harus sangat berhati-hati dengan caramu memperlakukan setiap anak.” (halaman 92)
Bagi guru khususnya, membuat sekolah dan PR menjadi sesuatu yang asyik bagi siswa memang bukanlah pekerjaan yang mudah. Guru-guru yang memiliki niat yang baik tentunya akan berupaya mencari cara bagaimana kelas dan PR menjadi sesuatu yang menyenangkan. Selain mengajar, mendidik dan memberi mereka motivasi untuk senang belajar juga menjadi tugas yang cukup menantang. Lalu bagaimana pendidikan di negeri kita? Bisakah sekolah-sekolah di Indonesia mewujudkan konsep “belajar itu menyenangkan”? Inilah PR bagi kita semua.