Judul: Surat-Surat Nabi Muhammad
Penulis: Kholid Sayyid Ali
Judul asli: Rosaailun Nabi Saw. Ilal Muluuki Wal Umaro’ Wal Qoobaail
Penerjemah: H.A. Aziz Salim Basyarahil
Penerbit: Gema Insani Press
ISBN: 979-561-134-8
Tebal: 105 hal
Dimensi: 12 x 18,5 cm
Tahun terbit: Februari 1990
Cetakan: ke I
Genre: Agama Islam, Tarikh
Rating: 3/5
Sebagian besar masyarakat cenderung memahami bahwa Islam disebarluaskan dengan pedang dan perang, padahal informasi ini tidak sepenuhnya benar. Dalam menyebarluaskan diin Allaah yakni Islam, selain lewat dakwah personal, Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga melakukan hubungan diplomatik dengan pemimpin-pemimpin negeri, salah satunya lewat surat-menyurat. Surat-surat tersebut sebagian besar berisi ajakan nabi untuk bertauhid kepada Allaah ta’ala. Lantas, bagaimana sebenarnya isi dari surat-surat itu? Dan bagaimana sikap para pemimpin negeri yang keras, sombong, dan angkuh itu ketika menerima surat dari nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam?
Rasa penasaran saya dijawab sebagian oleh buku ini. Di dalam buku ini, Kholid Sayyid Ali berhasil merekam jejak 31 surat nabi kepada raja-raja, penguasa-penguasa, kepala-kepala suku dan kabilah-kabilah yang hidup pada masa itu dari berbagai macam suku dan keyakinan, dengan bahasa yang berbeda-beda pula. Sebagian surat itu bahkan disertai dengan gambar naskah aslinya, sedikit cuplikan sejarah tentang latar belakang dikirimnya surat tersebut, dan siapa sahabat nabi yang diutus untuk mengirimkannya.
Setiap menulis surat, nabi selalu mengawalinya dengan basmalah. Bagi yang muslim ditulis “Salam bagimu” dan kepada yang bukan muslim “Salam bagi yang mengikuti petunjuk.” Surat-surat yang bertujuan dakwah tauhid ditulis singkat dan ringkas, tetapi yang berisi syariat dan akhlak ditulis lebih panjang dan rinci.
Nabi juga selalu membubuhkan stempel yang berbentuk cincin dari perak berisi tulisan yang terdiri dari tiga baris: Allah, Rasul, Muhammad, di bagian bawah isi surat. Hal ini disebabkan karena para penguasa itu hanya mau menerima dan membaca surat yang berterakan stempel. Pada masa itu, arti stempel sangatlah penting. Stempel menjadi isyarat bahwa persoalan-persoalan yang dibahas di surat adalah rahasia dan benar-benar tidak diketahui orang lain.
“Huruf-hurufnya terbalik agar apabila dibubuhkan sebagai cap maka susunannya menjadi benar. Stempel tersebut berada di tangan Rasulullah Saw. Setelah beliau wafat, beralih ke tangan Abubakar ra lalu kepada Umar ra, kemudian di tangan Uthman ra.
Setelah dipegang Uthman ra, cincin itu jatuh ke dalam sumur Ariis pada saat menjelang tahun wafatnya. Walau telah diupayakan pencariannya selama tiga hari berturut-turut, namun tidak ditemukan jua.” (halaman 11)
Lewat buku ini, kita kemudian juga akan memahami bahwa nabi tidak sembarangan mengutus orang untuk menulis dan menyampaikan surat tersebut kepada para penguasa, melainkan dengan penuh pertimbangan dan strategi. Dari kalangan para sahabat, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memiliki 65 sekretaris, dan ada yang dikhususkan untuk menulis surat kepada raja-raja dan penguasa-penguasa menggunakan bahasa-bahasa asing. Selain itu, tidaklah nabi mengutus sahabat kecuali masing-masing memiliki keunikan tersendiri yang mampu berdiplomasi dan berargumentasi dengan baik. Abdullah bin hudzafah Assahami misalnya, yang diutus nabi untuk menyampaikan surat kepada Kisra (raja Persia). Dipilihnya sahabat Abdullah ini karena ia sering berkunjung kepada Kisra. Atau seperti Dahyah bin Khalifah Al-Katabi yang diutus kepada Heraclius (Raja Romawi) karena memiliki kemampuan argumentasi dan diplomasi yang cerdas.
Sebagian penguasa yang menerima surat nabi ada yang bersedia mengikuti ajakan nabi bertauhid kepada Allah, tapi banyak pula yang menolak. Meskipun begitu, mereka yang menolak itu akhirnya mengakui kebijaksanaan nabi dan tetap menghormatinya lewat balasan-balasan surat dan argumentasi utusan yang dikirim nabi. Maasyaa Allaah.
Beberapa kekurangan yang saya rasakan adalah di bagian gambar naskah aslinya yang kurang jelas. Saya maklum dengan kondisi seperti ini, sebab naskah asli tersebut tentunya sudah berusia sangat panjang sehingga fisiknya tidak bagus lagi. Selain itu, karena dicetak hitam-putih, maka gambar surat menjadi tidak jelas. Harapan saya, alangkah indahnya jika buku ini disuguhkan dalam bentuk yang lebih eksklusif, misalnya khusus lembar foto dibuat full color. Kekurangan lainnya ada di bagian detail sejarah diterbitkannya surat-surat nabi. Sebagian ada yang dijelaskan lebih rinci, sebagian hanya berupa isi surat saja, tidak ada penjelasan sejarah kronologis dikirimkannya surat-surat itu. Ini pun menurut saya wajar, sebab mungkin saja informasi tentang itu memang sangat minim.
Saya berharap buku ini bisa memuat lebih banyak informasi seputar surat-menyurat nabi agar lengkap dan padat, sebab rasanya masih cukup sederhana. Tapi, buku tipis dan singkat ini tetap sudah cukup bagi saya untuk menjadi pintu awal informasi sejarah diplomasi dan korespondensi nabi beserta para penguasa negeri.
“Kita pun berkesimpulan bahwa para sahabat Nabi Saw memahami sepenuhnya urusan baca-tulis, menguasai segala masalah akidah, politik, taktik, diplomasi dan berargumentasi sebagaimana yang telah diperlihatkan oleh para utusan beliau.
Demikian pula kepercayaan Nabi Saw kepada mereka untuk menuliskan surat-surat tersebut yang merupakan hikmah kebijaksanaan Allah Swt dengan menjadikan Nabi-Nya buta-aksara sehingga menghilangkan segala bentuk keraguan terhadap beliau.
Begitu pula kemampuan Nabi Saw dalam menyampaikan dakwah Tuhannya kepada segenap bangsa dengan menggunakan bahasa menurut gaya bahasa mereka masing-masing untuk lebih dapat melunakkan hati dan perasaan mereka.” (halaman 103)
Membaca surat-surat nabi akan menunjukkan kepada kita bahwa nabi berdakwah dengan kata-kata yang baik, santun, lembut dan bijaksana. Begitu juga para sahabat ra yang selalu sigap menerima perintah pemimpin mereka dengan senang hati dan penuh kebahagiaan. Ini adalah pemandangan yang sangat langka kita temukan di jajaran pemimpin negeri kita saat ini.
Wallahua’lam.