Judul buku: Picasso Fairy Tale 49 – Rosie’s Walk
(dalam edisi terjemahan Korea 로시의 산책)
Penulis: Patricia Hutchins
Penerjemah: Kim Seok Gyu
Penerbit: Montessori Korea
Tahun Terbit: 1997
Tebal: 36 halaman
ISBN: 89-7098-178-0
Genre: Buku Anak
Rating: 5/5
Agaknya pernyataan ‘Don’t judge the book by its cover‘ harus saya tepis ketika memutuskan untuk membeli buku-buku cerita anak berbahasa Korea beberapa tahun lalu di lapak buku bekas dalam jumlah yang banyak. Selain harganya yang murah, sampulnya yang berilustrasi cantik dan unik dengan warna-warni yang kontras adalah alasan utama yang membuat saya langsung jatuh cinta.
Saya pasrah dengan isi ceritanya. Yang penting selama buku itu memiliki gambar, artinya buku itu bisa dibaca. Toh ada banyak wordless book yang beredar di pasaran untuk anak-anak dan sejauh ini tetap bisa dinikmati sesuai imajinasi pembaca.
Nah, salah satu buku cerita yang saya beli itu adalah terjemahan dalam bahasa Korea dari buku perdananya Patricia Hutchins yang berjudul Rosie’s Walk. Buku tersebut pertama kali diterbitkan tahun 1968 oleh The Bodley Head dan Macmillan US yang berhasil meraih penghargaan di ajang Boston Globe-Horn Book Award Amerika Serikat.
Selain itu, para pustakawan Amerika juga memasukkan Rosie’s Walk ke dalam daftar buku American Library Association (ALA) Notable dan banyak dijadikan koleksi di perpustakaan-perpustakaan.
Rosie’s Walk bercerita tentang kisah seekor ayam betina yang diikuti oleh seekor serigala lapar dalam 27 halaman berilustrasi. Tentu saja seperti di banyak dongeng, serigala di kisah Rosie ini juga digambarkan sebagai tokoh jahat yang tujuan utamanya memakan tokoh utama. Dan lagi-lagi, pembaca umumnya sudah tahu bakal seperti apa akhir dari cerita dongeng tersebut.
Namun, uniknya di buku Rosie’s Walk ini adalah kegelian yang dimunculkan penulis ketika menggambarkan proses Serigala yang ingin menangkap Rosie.
Serigala ini mengikuti Rosie mulai dari Rosie keluar kandang sampai keluar halaman melewati banyak tempat dan, betapa tidak beruntungnya si Serigala, setiap kali ia hendak mencapai Rosie dan bersiap menerkamnya, selalu ada saja kejadian yang membuatnya gagal.
Yang terbentur kayu lah, yang tercebur kolam lah, yang tertimpa karung tepung lah, sampai diikejar-kejar dan disengat lebah. Dan ironisnya, Rosie si ayam betina selalu saja beruntung dan tetap hidup, bahkan acuh tak acuh di depan.
Dia bahkan tidak tahu-menahu bahwa di belakangnya ada serigala yang sedang berjuang keras menangkapnya. Ironis bagi serigala, tapi tetap saja menggelikan melihatnya.
Tulisan di dalam buku ini sangat minim, lebih dominan di ilustrasinya. Rasanya sangat mudah diterjemahkan oleh anak-anak sesuai imajinasi mereka. Namun meskipun tergolong buku anak, tapi sebenarnya membaca buku ini bisa menghasilkan interpretasi yang berbeda bagi usia yang berbeda. Bagi saya, selain buku ini ceritanya lucu dan menarik, humor di buku ini juga bisa diartikan sebagai alegori terhadap banyak konsep dalam hubungan sosial kita.
Contohnya bagaimana kita bersikap acuh terhadap omongan negatif orang lain, atau bagaimana kita tetap bangkit ketika ada pihak yang ingin membuat kita jatuh, atau bagaimana kita bersikap optimis ketika ada tantangan yang mengejar di belakang, serta pemaknaan lainnya yang terwakilkan oleh tokoh Serigala dan Rosie. Bisa jadi kita ini adalah Rosie-Rosie di dalam kehidupan nyata. Atau Serigala? Atau bahkan keduanya?
Penulis yang juga populer dengan nama Pat Hutchins ini adalah seorang penulis sekaligus ilustrator asal Inggris yang telah menghasilkan sekitar 50 buku cerita anak dengan ilustrasi khas yang dibuatnya sendiri. Tak hanya buku cerita atau dongeng, novel anak pun termasuk karya yang juga ditulis olehnya. Oleh Montessori Korea, buku ini dijadikan bahan untuk pembelajaran anak-anak.
Pat Hutchins menggunakan teknik menggambar dengan garis-garis sederhana di ilustrasinya, tetapi mengandung banyak pola yang berbeda. Ada titik, garis, panah, lingkaran, dan sebagainya. Warna yang digunakannya juga adalah warna-warna dasar merah, kuning dan hijau, tanpa warna biru sedikitpun. Sederhana sekali, tapi indah dan memberikan nuansa tenang. Terkesan seperti buku-buku cerita rakyat zaman dulu yang mengandung warna-warna linier yang sederhana. Saya suka sekali warna dan ilustrasinya.
Awalnya saya tidak tahu arti dari judul buku ini karena ditulis total dalam bahasa Korea. Beruntung, ada fasilitas Google Translate di aplikasi Android. Saya cukup melakukan scan dengan kamera ke arah sampul bertuliskan judul buku dan aplikasi tersebut langsung merekam tulisan Hangul yang ada kemudian menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.
Tetapi saat saya membuka halaman berikutnya, ternyata di sana terdapat lima baris kalimat berbahasa Inggris bertuliskan ‘Rosie’s Walk’ berikut keterangan penulis dan penerbit buku aslinya. Berbekal dari lima baris tersebutlah maka saya pun melakukan pencarian. Voila, saya menemukan banyak hal tentang buku ini dan jadilah resensi ini agak panjang.
Sebuah wordless book dapat membuka imajinasi tanpa batas bagi siapa saja. Pun bahkan ketika buku tersebut tidak ditulis dalam bahasa ibu, namun dengan sedikit sentuhan kreativitas, pembaca bisa mengeksplorasi banyak hal. Biarkan gambar yang bercerita. Dan dari buku sejenis ini, saya melihat bukti bahwa dunia literasi bisa menjangkau pembaca meski tanpa kata dan suara.
Salah satu buku favorit saya.
Keep the goodwork!!!