kaasJudul: Keju
Penulis: Willem Elsschot
Judul Asli: Kaas
Alih Bahasa: Jugiarie Soegiarto
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-979-22-5767-0
Tebal: 174 hlm
Dimensi: 11 cm
Tahun terbit: 2010
Cetakan: ke-1
Genre: Fiksi Keluarga, Fiksi Bisnis
Rating: 3/5

Kaas, yang artinya keju dalam bahasa Belanda, adalah novel klasik karya seorang penulis Belgia, Willem Elsschot, yang diterbitkan pertama kali tahun 1933. Di Indonesia sendiri novel ini diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama tahun 2010 yang bekerjasama dengan Erasmus Huis dan Erasmus Dutch Language Centre Jakarta (Pusat Bahasa Belanda).

Awal yang membuat saya sangat tertarik dengan buku ini adalah sampulnya yang menawan dan minimalis; berwarna kuning, bercorak keju dan ada seorang pria bertopi sedang berdiri sambil memegang dua piring berisi keju. Sampul yang sederhana itu menyeruak di antara timbunan buku obral Gramedia dan sangat mencolok. Ternyata tak rugi membeli buku ini.

Kaas berkisah tentang sepotong episode kehidupan Frans Laarmans yang bekerja sebagai seorang kerani di General Marine and Shipbuilding Company di Antwerp. Usianya hampir 50 tahun. Seperti para pegawai umumnya, Frans melakukan rutinitas pekerjaannya setiap hari selama 30 tahun. Tak ada yang istimewa, semua biasa-biasa saja, sampai ia bertemu dengan Mijnheer Van Schoonbeke, yang kemudian mengubah hidupnya.

Van Schoonbeke adalah seorang yang kaya dan teman dari abang Laarmans yang seorang dokter. Ia kerap mengadakan pertemuan rutin di rumahnya yang dihadiri oleh teman-teman kalangan berada. Tak ketinggalan, Laarmans pun diundangnya, tanpa membeberkan status sosial Laarmans yang seorang kerani. Awalnya, Laarmans sangat minder dan merasa malu dengan pekerjaannya sebagai pegawai rendahan, yang membuatnya jarang ikut berbicara di pertemuan. Sampai suatu ketika, Van Schoonbeke menawarinya sebuah pekerjaan sebagai perwakilan sebuah perusahaan keju besar Belanda di Belgia. Setelah mempertimbangkan masak-masak dan berunding dengan istrinya, Laarmans akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran itu. Ia mengambil cuti sakit dari kantornya sebagai upaya berjaga-jaga bila kelak ia mungkin membutuhkan pekerjaan itu kembali.

Laarmans memulai pekerjaan barunya dengan bingung. Ia tak tahu harus memulai dari mana. Laarmans tak memiliki sama sekali pengetahuan tentang keju, tapi status sosial yang bergengsi membuatnya tetap meneruskan pekerjaan itu. Ia menerima 20 ton keju dari kantor pusat dan, dalam waktu yang cukup singkat, ia harus berhasil menjual keju-keju yang lezat itu. Jumlah yang sangat banyak bagi orang seperti Laarmans.

Sembari menunggu kiriman kejunya sampai, ia mulai memikirkan untuk membuat kantor. Ia membeli perlengkapan kantor seperti meja dan kursi, menyiapkan kertas surat dan mesin tik, memasang telepon, dan seribu satu hal lainnya yang membuatnya sangat kerepotan. Laarmans juga pusing memikirkan nama perusahaannya yang harus terdengar modern. Setelah berkali-kali memikirkannya, akhirnya didapatlah nama yang sangat bagus, GAFPA – General Antwerp Feeding Products Association. Nama yang sangat keren! Ia cukup puas dengan nama itu.

Hidup Laarmans kini berubah. Ia tak lagi minder di setiap pertemuan. Bahkan teman-teman Schoonbeke mulai menaruh hormat padanya. Betapa bangganya Laarmans sekarang mengenakan jas yang bersih dan terlihat lebih elite. Ia yakin bisa menjadi pengusaha keju yang sukses. Tapi, berjualan keju tidaklah semudah yang dibayangkan Laarmans. Tak satu pun penjualan berhasil ia lakukan. Ia terlalu gengsi untuk menawarkan keju-keju itu, sampai ia mendengar kabar bahwa bos kejunya Mijnheer Hornsta akan datang untuk melihat perkembangannya. Laarmans pun kelabakan. Beberapa keju kemudian berhasil ia jual, pun begitu dengan anaknya Jan yang berhasil menjual sepeti keju. Karena takut bertemu bosnya, Laarmans bersembunyi. Tapi ia belum menyerah. Berbagai cara ditempuhnya agar keju-keju itu terjual habis. Bagaimana nasib perusahaan Laarmans? Apakah ia berhasil menjual semua keju-keju itu dan menjadi pengusaha keju seperti yang dibayangkannya?

Kaas diakhiri dengan kisah yang cukup menggemaskan, seakan tak puas saya menyelesaikannya. Tapi, begitulah realita kehidupan, ada keberhasilan, ada kegagalan. Mana yang dipilih Laarmans?

Willem Elsschot memang memiliki gaya yang cukup khas dalam karyanya; cenderung sinis dan detail. Novel ini dikisahkan dengan sudut pandang orang pertama secara sederhana, tidak berbelit-belit. Pembaca akan dengan mudah merasakan suasana hati Laarmans, dilemanya, juga kegundahannya. Karakter Laarmans yang dibuat Elsschot memang menarik dan sangat kuat. Tidak terburu-buru tapi kita dapat merasakan perubahan demi perubahan secara apik.

Selain tema yang unik, Kaas juga mengandung banyak falsafah hidup. Saya cukup geram dengan sikap Laarmans yang meributkan hal-hal sepele seperti kantor, nama, surat dan lain-lain, ketimbang berpikir cara memasarkan keju. Sebenarnya hal ini cukup menarik, sebab ada banyak orang yang memiliki karakter seperti Laarmans saat memulai bisnis, lebih meributkan gaya ketimbang substansi dari bisnis itu sendiri. Kita juga bisa mengetahui latar kehidupan sosial masyarakat Eropa saat itu, bahwa mereka masih mempermasalahkan status sosial atas dan bawah.

Secara keseluruhan, Kaas sangat layak untuk dibaca, sebab banyak sekali pelajaran berharga tentang bisnis, keluarga dan sosial yang bisa didapat pembaca. Novel ini sedikit membuat kita membuka mata atas realita hidup, juga tentang perjuangan seseorang dalam merubah nasibnya. Dan yang terpenting, kita bisa belajar dari kegagalan atau kesuksesan orang lain.

Novel ini juga telah diadaptasikan ke novel grafis oleh Dick Matena pada tahun 2008, tapi saya tidak tahu apakah sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia atau belum.