Sudah beberapa bulan ini saya sedikit galau memutuskan apakah sudah waktunya saya membeli e-book reader berbasis e-ink atau belum. Selama ini saya hanya menggunakan tablet Android untuk membaca buku elektronik yang saya koleksi, yang kebanyakan berformat EPUB dan PDF. Kekurangannya, mata saya cepat lelah karena cahaya dari layar cukup kuat. Saya lupa dulu pakai aplikasi apa, yang pasti tidak ada fitur pilihan untuk perlindungan mata. Baterai tablet juga cepat habis jika saya pakai untuk membaca dalam waktu lama. Karena alasan inilah kegalauan saya untuk membeli e-reader bermula.
Dua pilihan e-reader yang saya pertimbangkan adalah Kobo dan Kindle. Saya sudah cari-cari dan bandingkan informasi dan review teman-teman tentang kedua produk ini, tapi ternyata setelah saya pertimbangkan matang-matang, sepertinya kedua produk ini juga belum cocok untuk kebutuhan saya saat ini.
Pertimbangan saya antara lain adalah, pertama, saya bukan pembaca e-book seperti umumnya teman-teman saya. Mereka sudah terbiasa membaca buku atau novel-novel bahasa Inggris setiap harinya yang rata-rata berformat elektronik. Sementara saya cenderung lebih banyak membaca buku cetak sehari-harinya. Saya membaca buku elektronik saat ini bukan sebagai aktivitas rutin, tetapi masih lebih kepada tujuan tertentu, misalnya untuk belajar, tutorial, jurnal, buku teks, dan lain-lain, yang hampir sebagian besar menggunakan format PDF. Jadi menggunakan e-reader seperti Kobo atau Kindle rasanya masih mubadzir untuk saya. Lain cerita kalau nanti intensitas membaca e-book saya lebih banyak dari buku cetak.
Kedua, saya penggiat buku elektronik dan sejak lama sudah menerbitkan buku-buku elektronik gratis dengan lisensi non komersil untuk situs Pustaka E-Book saya. Buku-buku elektronik di sana saya kelola di perangkat untuk memudahkan akses apabila akan saya baca atau gunakan sesuai kebutuhan, tetapi ini pun umumnya berformat PDF seperti buku-buku yang saya sebutkan di poin pertama.
Baik Kobo dan Kindle keduanya mendukung buku berformat PDF, tetapi tidak menyediakan fitur PDF reflow, di mana fitur ini sangat saya butuhkan. PDF reflow memungkinkan kita untuk menyesuaikan besar kecilnya tampilan e-book apakah sama atau tidak dengan resolusi layar perangkat, sehingga kita tidak perlu scroll atas-bawah-kanan-kiri agar tampilan halaman muat di layar. Jika tidak ada PDF reflow, tampilan halaman akan kebesaran, lebih besar dari layar perangkat. Kindle memang bisa otomatis resize kelebaran halaman, kata teman, tetapi karena dokumen PDF umumnya memiliki ukuran yang besar, maka nantinya tentu akan berpengaruh pada performa perangkat jika cukup memberatkan memori, sementara Kindle tidak memiliki slot memori eksternal.
‘Kan bisa konversi format e-book? Iya, bisa, tetapi lagi-lagi kebutuhan saya tidak memungkinkan untuk mengonversi format PDF menjadi EPUB, MOBI atau format lainnya. E-book yang saya gunakan cenderung mengandung banyak tulisan Arab, rumus dengan simbol-simbol tertentu, berragam tabel, perhitungan, flowchart, flowsheet, atau format-format tampilan dan tulisan lainnya yang seringkali ketika dokumen dikonversi, format-format ini menjadi error, bermasalah dan tidak keluar di tampilan hasil konversi. Inilah makanya dokumen dibuat dalam format PDF. Lagi-lagi, opsi ini kurang cocok dengan kebutuhan saya.
Selain itu, saya juga suka membeli majalah online dan itu juga rata-rata berformat PDF dan berwarna. Kalau saya menggunakan perangkat e-reader seperti Kindle atau Kobo, tentu saya harus membaca majalahnya dalam edisi hitam putih, kecuali saya menggunakan Kobo atau Kindle yang berwarna. Mahal, hehe.
Nah, akhirnya, setelah menimbang-nimbang lama, saya memutuskan untuk menunda pembelian perangkat e-reader dengan alasan ‘belum butuh’ sampai nanti waktunya saya benar-benar membutuhkannya. Buat saya membeli gadget itu lebih karena alasan kebutuhan ketimbang keinginan. Sejauh ini Samsung Galaxy Note 8 saya masih cukup sehat untuk dimaksimalkan sampai dia capek nantinya hehe, secara memang dipakai buat banyak hal. Ya buat menulis, organizer, ngeblog, sosmed, membaca, buka video, buat scan barcode buku, de el el semua ada di sini 😀
Jadi, demi memaksimalkan pengelolaan e-book di tablet saya, dua bulan lalu saya mulai mencoba banyak aplikasi e-book reader yang ada di Google playstore. Tentunya saya masih mencoba yang versi gratis. Sebagian besar aplikasi tersebut masih belum pas dengan kebutuhan saya. Nah, suatu hari (kayak dongeng ya, hehe), saya mencoba aplikasi Moon+ Reader. Semakin saya eksplorasi aplikasi ini ternyata semakin menarik. Sayangnya, versi yang gratis tidak bisa membuka dokumen PDF dan banyak iklannya. Setelah saya bandingkan dengan beberapa aplikasi populer sejenis lainnya, akhirnya saya mantab untuk memilih Moon+ Reader untuk pengelolaan e-book saya dan meng-upgrade-nya menjadi versi pro berbayar dengan fitur penuh. Kebetulan saat itu sedang ada promo akhir tahun, jadi diskon 50%. Lumayan, haha.
Yang saya suka dari aplikasi Moon+ Reader Pro ini selain dari fitur standar e-book reader umumnya adalah:
- Pengelolaan e-book bisa disusun berdasarkan kategori yang kita buat.
- Mendukung format epub, pdf, mobi, chm, cbr, cbz, umd, fb2, txt, html, rar, zip dan format OPDS
- Menyediakan fitur text-to-speech (TTS). Jadi kalau saya lagi membaca buku bahasa Inggris dan kurang familiar dengan cara pengucapan vocabnya atau tiba-tiba lelah membacanya, saya tinggal menghidupkan fitur TTS ini, nanti si narator yang akan membacakannya untuk saya. Bahasa Indonesia juga sebenarnya bisa dibacakan fitur TTS ini, tapi karena native speakernya orang bule, jadi kedengarannya aneh haha.
- Fitur untuk PDF nya lumayan lengkap; loadingnya cepat, bisa ngisi form PDF, bisa highlight atau menambahkan catatan, bisa mengunci halamannya supaya tidak bergeser-geser, dll. Fitur-fitur ini sangat berguna untuk kebutuhan penggunaan saya.
- Bebas iklan.
- Menyediakan statistik buku yang kita baca, misalnya sudah berapa persen jumlah halaman dari buku yang dibaca.
- Ada fitur bluelight filter untuk menjaga agar mata tidak silau dan perih. Tingkat warna dan pencahayaan bisa kita sesuaikan dengan kapasitas mata kita.
Ada banyak sekali fitur lainnya yang sangat berguna dan membuat saya nyaman menggunakan aplikasi ini.
Kekurangan menggunakan perangkat tablet tentunya kondisi layar yang silau kalau kita gunakan untuk membaca di luar sehingga halaman buku agak kurang jelas terlihat. Layar tablet juga memungkinkan kita berkaca, dibanding dengan layar e-reader yang memang dirancang khusus seperti kondisi buku asli. Tapi kekurangan ini tidak terlalu berpengaruh buat saya karena seringnya saya membaca di dalam ruangan. Kalaupun nanti di luar ruangan, tinggal disesuaikan saja pencahayaannya.
Kesimpulannya, untuk memenuhi kebutuhan saya saat ini, Moon+ Reader Pro memang aplikasi yang paling cocok. Mungkin kalau nanti saya benar-benar membutuhkan perangkat e-reader khusus, saya baru akan membelinya. Beda orang tentu beda kebutuhan dan kenyamanannya ‘kan? Nah, kalau pengalaman teman-teman bagaimana? 🙂
Di IoS nggak ada aplikasi moon reader kak.
iOS kan dah ada iBooks app 😛 ini khusus pengguna android aja
berat ngga vy app nya?
btw, begitu baca mata silau kena cahaya yang kuat dari ponsel, tiba-tiba teringat peredup cahaya di tv jaman dulu ya vy, bentuk jaring-jaring ditempelin depan layar kaca :))
*kenapa jadi kangen yg jadul-jadul shi ini sekarang ;p
lumayan ringan juga kok nim. iyaaa, sama, sakit kalau silau. ini app nya ada opsi buat penjagaan mata, alhamdulillah, lumayan bantu pas baca pake tablet/hp. haha, kalo evy malah keingatnya peredup cahaya buat monitor tabung komputer lho, yang warnanya agak gelap itu :))
Untuk tts bahasa Indonesia bisa disetting dulu google tts ke bahasa indonesia (perlu download versi bahasa indonesianya).
Dari berbagai ebook reader yang pernah saya pakai, moon+ paling oke.
oh bisa ya. baik, nanti saya coba instal tts bahasa Indonesianya.
iya, sejauh ini masih moon+ yang paling oke. terima kasih infonya