Judul: Fabled Wisdom for Modern Life
Penulis: Nia Kurniawati & Dedeh Sri Ulfah
Penerbit: Progression (Syamil Group)
ISBN: 979-793-176-5
Tebal: 114 hlm
Dimensi: 15 cm
Tahun terbit: Januari 2007
Cetakan: ke I
Genre: Fiksi – Fabel
Rating: 4/5
Dongeng-dongeng alegoris seperti fabel banyak sekali digunakan sebagai sumber penulisan tenang hikmah kehidupan. Tak hanya dalam dunia sastra, dunia manajemen dan korporasi pun bahkan mengambil inspirasi dari kehidupan hewan dan tumbuhan, seperti di buku “Who Moved My Cheese” atau Walt Disney yang sering menciptakan tokoh-tokoh hewan. Menurut sejarahwan Yunani, Herodotus, fabel sendiri konon dianggap sebagai hasil temuan seorang budak Yunani bernama Aesop di abad ke-6 SM yang kemudian menyebar di hampir seluruh negara, dari Timur ke Barat.
Di Barat, salah satu penulis fabel paling terkenal adalah Jean de la Fountaine, yang menulis sebuah buku berjudul “Fables” di tahun 1692-1694 dan terdiri dari 12 jilid. Fabel-fabel yang ada di dalamnya disinyalir bersumber dari “Pancatantra” yang merupakan kitab berbahasa Sansekerta berisi kisah seorang brahmana dan dirangkai dalam bentuk fabel. Di Timur, selain “Pancatantra”, kitab klasik terkenal lainnya adalah “Bahrul Adab” yang memuat banyak sekali cerita-cerita fabel penuh nilai-nilai moral dan hikmah. Seorang ahli sastra dari Usmanu Danfodiyo University (Nigeria) bernama Dr. Ibrahim Malumfashi bahkan menyebut Bahrul Adab sebagai The Largest and a Watershed in Arabic literature, tales and fables, yang masih belum dikenal luas di Indonesia kecuali oleh kalangan santri di beberapa pesantren tertentu.
Fabel-fabel yang ada di dalam buku ini sebagian adalah saduran dari kitab Bahrul Adab tersebut, seperti kisah seekor anjing dan gagak yang membuka bab awal buku ini.
Ada seekor anjing sedang berjalan melewati sebuah jembatan sambil membawa sepotong daging dengan bangganya. Kemudian ia melihat ke air, ternyata di sana ada seekor anjing lainnya yang juga sedang membawa sepotong daging yang lebih besar dari miliknya—yang sebenarnya itu adalah bayangan dirinya sendiri. Karena merasa iri, si anjing kemudian membuang daging yang dibawanya, lalu terjun ke air untuk merebut daging yang lebih besar itu. Malang bagi si anjing, bukannya ia berhasil mendapatkan daging tersebut, ia justru kelelahan karena harus berenang ke tepian. Sementara itu, lewatlah seekor burung gagak. Ia pun menyambar daging yang dibuang oleh anjing tadi. Si anjing kini hanya bisa menelan ludah penuh penyesalan sambil berkata, “Celakalah diriku. Kerakusanku telah menyesatkanku. Aku membuang yang sedikit karena menginginkan yang banyak sehingga tidak mendapatkan keduanya.”
“Banyak sekali orang yang melepaskan esensi hanya untuk mengejar bayangan.” (halaman 3)
Di lain kisah, dua ekor katak bertarung hanya karena alasan keduanya sama-sama merasa lebih besar dan lebih berhak menjadi pemimpin. Alhasil, saking sengitnya pertarungan mereka, keduanya sama-sama mati. Andai salah satunya ada yang mengalah, tentu kejadian tersebut tidak perlu terjadi.
“Kemenangan sejati justru akan didapatkan dengan cara mengalah.” (halaman 62)
Fabel memiliki sifat multi-interpretable. Meskipun teks ceritanya sama, tetapi hikmahnya bisa berbeda-beda tergantung kondisi maupun kebutuhan pada saat itu. Interpretasi saat ini tentu saja berbeda dengan interpretasi masa lalu ketika cerita itu pertama kali dituliskan atau dibaca. Setiap orang memiliki interpretasinya masing-masing terhadap sebuah fabel yang sama, sehingga fabel mudah saja teraplikasi dalam banyak bidang kehidupan seperti bisnis, kebudayaan, politik, perbankan, atau pendidikan.
Awalnya saya mengira buku ini adalah versi terjemahan dari buku “It’s Not Easy Being Green: And Other Things to Consider” karya Jim Henson, sebab sampulnya agak mirip; ada gambar kataknya dan variasi warnanya hijau-kuning, tapi ternyata saya keliru.
“Fabled Wisdom for Modern Life” adalah buku yang berbeda. Buku ini berisi 34 fabel yang terdiri dari beraneka ragam tema. Cerita-ceritanya cukup singkat dan ringan, serta dilengkapi dengan ilustrasi dan pesan moral yang diselipkan di akhir cerita sehingga membuat buku kecil ini terasa sangat padat dan bermakna.
Tak butuh waktu lama bagi saya untuk membacanya. Kisah-kisahnya kadang lucu, menggelikan, dan membuat senyum-senyum. Pembaca pun bisa membacakannya untuk pengantar tidur anak atau sekadar mengajarkan pesan moral kepada anak-anak. Secara keseluruhan, buku ini cocok untuk semua usia. Kalau sedang bosan atau jenuh, baca fabel-fabel di dalamnya membuat pikiran jadi rileks lagi. Saya sangat menyukainya!