Review Buku The Amber RoomJudul: The Amber Room
Judul Asli: The Amber Room
Penulis: Steve Berry
Alih Bahasa: Rahmani Astuti
Penerbit: Q-Press
ISBN: 979-99542-9-0
Tebal: 630 hlm
Tahun terbit: Januari 2006
Cetakan: Kedua
Genre: Thriller, Action, Fiksi Misteri, Fiksi Sejarah, Fiksi Dewasa
Rating: 2/5

Awalnya saya sangat antusias ketika melihat buku ini. Selain karena pengarangnya adalah Steve Berry dan tema ruang amber yang menarik, endorsement oleh seorang Dan Brown yang terkenal itu juga menjadi penarik tambahan yang tidak bisa diacuhkan begitu saja dan, genre novel ini adalah genre favorit saya. “Pasti buku ini keren!” Begitulah ekspektasi saya. Sayangnya, kenyataan yang saya dapati tidaklah sesuai dengan yang saya bayangkan.

The Amber Room ini berkisah tentang perburuan ruang amber yang dilakukan oleh dua anggota kelompok die Retter der Verlorenen Antiquitaten, ‘Penemu Benda-Benda Antik yang Hilang.’ Kelompok ini terdiri dari sembilan orang terkaya di Eropa yang hobinya adalah mencari benda-benda antik curian di seluruh dunia. Dua orang anggota yang selalu bersaing mencari ruang amber tersebut bernama Fellner dan Loring. Dalam pencariannya, Fellner dibantu oleh orang kepercayaannya bernama Christian Knoll, sedangkan Loring dibantu oleh Suzanne Danzer. Kedua pihak ini selalu menghalalkan segala cara untuk mendapatkan buruannya, termasuk melakukan tipu muslihat dan rekayasa. Bahkan, bila membunuh dibutuhkan, kedua orang kepercayaan mereka akan melakukan kerja-kerja kotor tersebut.

Di tengah-tengah persaingan kedua orang ini, adalah Karol Borya, salah seorang dari masa lalu yang mengetahui keberadaan ruang amber sebelum hilang tanpa jejak. Ia pernah melihat ruang amber secara langsung dan satu-satunya impian yang ingin diwujudkannya sebelum mati adalah menemukan kembali ruangan itu. Sayangnya, keinginan tersebut harus kandas di tengah jalan karena Borya mati. Dibunuh. Siapa yang membunuhnya?

Kematian tokoh kunci ini membawa anaknya, Rachel Cutler si hakim, bersama mantan suaminya Paul Cutler si pengacara ikut terlibat dalam pencarian ruang amber. Beberapa lokasi yang diduga sebagai tempat penyimpanan terakhir ruang amber mereka datangi, termasuk yang sedang diteliti seorang pemburu harta karun amatir bernama McKoy. Namun sayang, ruang yang memesona itu tidak juga ditemukan. Konflik segitiga pun terjadi antara pasangan Cutler dengan Knoll dan Suzanne, bahkan mereka nyaris menghadapi kematian. Pencarian itu juga memecahkan teka-teki pembunuhan demi pembunuhan orang-orang yang terlibat dengan ruang amber, termasuk orangtua Paul Cutler. Siapa sebenarnya dalang dibalik pembunuhan tersebut? Dan rahasia apa yang ingin dibungkam oleh si pembunuh? Berhasilkan pasangan Cutler, Knoll dan Suzanne menemukan ruang amber? Tugas Anda untuk mencari tahu lewat novel ini 🙂

Seperti yang sebelumnya saya sebutkan, bahwa ternyata novel ini tidak sesuai dengan ekspektasi awal saya. Mengapa? Di awal, jalan cerita dibuka dengan narasi yang cukup menarik dan membuat penasaran. Tetapi kemudian, lebih dari separuh bagian buku ceritanya mengalir datar dan lambat. Agak membosankan. Karena saya masih ingin tahu bagaimana nasib ruang amber, saya tetap melanjutkan membaca novel ini, berharap akan mendapatkan sesuatu yang lebih. Lalu tiba-tiba saja muncul konflik yang cukup ekstrem, Borya mati. Lho, kok mati? Padahal dia adalah tokoh kunci dalam kasus pencarian ruang amber. Rasanya kurang pas saja. Dan tiba-tiba lagi konflik-konflik lain muncul antara Cutler, Knoll dan Suzanne, lalu cerita berakhir. Ending-nya menurut saya terlalu cepat.

Sebenarnya saya ingin memberikan bintang 2,5 di Goodreads, tapi sayangnya tidak ada, jadi saya hanya bisa memberikan 2 bintang secara keseluruhan dengan status CUKUP. Meskipun begitu, tema tentang ruang amber memang sangat menarik, sehingga saya tetap ingin menuliskan reviewnya. Dan yang akan saya jadikan topik utama di review ini adalah pengetahuan tentang ruang ambernya.

***

Sejarah ruang amber sendiri memang cukup kontroversial. Dibuat pada abad ke-18, ruang amber menghilang selama Perang Dunia II, dan dibangun kembali pada tahun 2003. Sebelum menghilang, ruang amber merupakan salah satu dari delapan keajaiban dunia.

Pembangunan ruang amber dilakukan di Prusia tahun 1701 sampai 1711. Ruangan tersebut dirancang oleh seorang pematung Jerman bernama Andreas Schlüter bersama seorang pengrajin kuningan asal Denmark bernama Gottfried Wolfram atas perintah raja Prusia. Meskipun awalnya ditujukan untuk instalasi di rumah raja pertama Prusia Friedrich I di Istana Charlottenburg, panel lengkap ruang amber akhirnya dipasang di Istana Berlin dan tetap berada di sana hingga tahun 1716. Di tahun yang sama, Tsar Peter dari kekaisaran Rusia datang berkunjung dan mengagumi ruang amber. Friedrich Wilhelm I, putra raja Prusia pertama, memberikan ruang amber kepada Tsar Peter. Sebagai balasannya, terbentuklah aliani Rusia-Prusia untuk melawan Swedia.

Di Rusia, ruangan ini kemudian diperluas dan direnovasi mencakup lebih dari 55 meter persegi dan berisi lebih dari enam ton amber. Pembangunannya selesai pada tahun 1755 dan ditempatkan di Istana Catherine. Tak lama setelah invasi awal Jerman ke Uni Soviet pada Perang Dunia II (Operasi Barbarossa), para kurator bertanggungjawab atas pemindahan ruang amber dari Leningrad, berusaha untuk membongkar dan memindahkannya. Selama bertahun-tahun, batu-batu amber itu mengering dan menjadi rapuh, sehingga ketika mereka mencoba untuk memindahkannya, panel amber mulai berantakan. Batu-batu amber tersebut kemudian disembunyikan di balik wallpaper biasa sebagai upaya untuk menjaganya dari perebutan pasukan Jerman. Namun, upaya tersebut gagal. Nazi Jerman berhasil menjarah ruang amber. Pada tanggal 14 Oktober 1941, 27 peti yang berisi panel-panel amber dievakuasi ke Puri Königsberg di Prusia Timur. Pengetahuan tentang keberadaannya hilang dalam kekacauan pada akhir perang.

“Tiba-tiba, seperti yang biasa terjadi pada sesuatu yang langka, ia lenyap begitu saja” (halaman 127)

Banyak teori-teori bermunculan setelah menghilangnya panel amber tersebut. Ada yang mengatakan bahwa ruang amber hancur ketika serangan bom saat perang. Ada juga yang mengatakan bahwa ruang amber disembunyikan di suatu tempat. Namun sampai sekarang, ruang amber tidak pernah ditemukan kembali. Pada tahun 1979, upaya untuk membangun kembali ruang amber dilakukan di Tsarskoye Selo dengan menggunakan gambaran asli dan foto hitam-putih tua sebagai acuan. Pada tahun 2003, setelah puluhan tahun dikerjakan oleh pengrajin Rusia dengan dibiayai oleh Jerman, rekonstruksi ruang amber akhirnya diresmikan di Istana Catherine di St. Petersburg, Rusia.

Ruang Amber di Istana Catherine, Rusia

Ruang Amber di Istana Catherine, Rusia

“Sepuluh meter persegi. Dinding-dinding sarat dengan amber. Seperti puzzle raksasa. Seluruh kayu diukir dengan indah dan disepuh emas. Menakjubkan.”

“Seperti melangkah masuk ke dunia dongeng. Amber itu keras dan bercahaya seperti batu, tapi tidak dingin seperti marmer. Lebih menyerupai kayu. Limau, coklat wiski, ceri. Warna-warna hangat. Rasanya seperti berada di bawah cahaya matahari. Hebat sekali yang dapat dibuat oleh para maestro kuno itu. Arca-arca yang dipahat, bunga-bunga, kulit-kulit kerang. Ukiran-ukiran yang demikian rumit. Berton-ton amber, semua buatan tangan. Tidak ada yang pernah membuat itu sebelumnya.” (halaman 59-60)

“Hanya damar pohon yang telah memfosil, berumur empat puluh sampai lima puluh juta tahun. Getahnya mengeras selama beberapa milenium menjadi permata. Orang Yunani menyebutnya elektron, ‘inti matahari,’ karena warnanya dan karena, jika kau menggosok satu potong batu itu dengan tanganmu, akan timbul tenaga listrik. Chopin suka menyentuhkan jari-jarinya pada kalung amber sebelum memainkan piano. Itu bisa menghangatkan dan menyingkirkan keringat.”

“Para dokter di Abad Pertengahan meresepkan asap amber untuk mengobati sakit tenggorokan. Uap asap yang mendidih sangat harum dan dianggap memiliki daya pengobatan. Orang Rusia menyebutnya ‘dupa dari lautan.’” (halaman 256)

***

Bagaimana? Menarik, ‘kan, tema tentang ruang amber ini? Saya memberikan 4 bintang untuk ide ceritanya karena si penulis, selain memaparkan sejarah-sejarah seputar ruang amber, juga membuat resolusi yang cukup unik atas teori menghilangnya ruangan tersebut. Kemudian dari segi sejarahnya, saya juga memberikan 4 bintang karena Steve Berry benar-benar melakukan riset tentang ruang amber sampai ke negara-negara tempat sumber informasi atau ruang amber berasal. Di lembar terakhir, Berry juga menjelaskan mana yang benar-benar fakta dan mana yang hanya fiktif imajinasinya. Sayangnya, ide dan konsep novel ini kurang klop dalam eksekusi penyatuan alurnya, sehingga saya tidak merasakan sesuatu yang fantastis seperti umumnya novel-novel sejenis. Novel ini juga mengandung unsur kevulgaran, yang menurut saya di atas rata-rata, sehingga membuat saya tidak nyaman membacanya secara utuh. Walaupun demikian, kisah tentang ruang amber ini masih sangat menarik bagi saya, jadi membacanya tidaklah sia-sia. Ada pengetahuan sejarah baru yang saya dapatkan.

Referensi: Wikipedia