Judul: One Hundred Names – Seratus Nama
Judul Asli: One Hundred Names
Penulis: Cecelia Ahern
Alih Bahasa: Nurkinanti Laraskusuma
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-602-03-1212-5
Tebal: 464 hlm
Tahun terbit: Januari 2015
Cetakan: Pertama
Genre: Fiksi Jurnalistik, Fiksi Dewasa, Fiksi Sosial
Rating: 3,5/5
Yang paling menarik perhatian saya awalnya dengan buku ini adalah sampul putihnya dengan torehan warna-warni di permukaan, yang setelah saya cermati dari dekat, ternyata merupakan gambar keramaian manusia. Cantik. Saya selalu suka sampul buku berwarna putih. Sampul tersebut saya lihat di album foto buku baru terbit pada halaman Facebook Gramedia. Kombinasi warna putih dan lainnya mengingatkan saya pada buku All Creatures Great and Small-nya James Herriot. Saya baca sinopsisnya, menarik. Saya baca-baca ulasan orang-orang tentang novel ini, semakin menarik. Akhirnya saya putuskan untuk mendapatkannya.
“One Hundred Names” merupakan novel yang mengisahkan perjalanan Kitty Logan dalam memecahkan pesan terakhir yang ditinggalkan bosnya. Kitty adalah seorang penulis di majalah Etcetera dan biasa meliput banyak hal, termasuk orang-orang, untuk diangkat menjadi kisah yang menarik. Meskipun tak beroplah tinggi, Etcetera sendiri bukanlah majalah biasa. Didirikan oleh Constance dengan semangat dan idealismenya, majalah ini memiliki tempat tersendiri di Irlandia karena berhasil menyuguhkan sesuatu dengan sudut pandang yang berbeda dari kebanyakan majalah. Malang bagi Constance, ia divonis kanker dan meninggal, dan hanya menyisakan teka-teki kisah yang belum sempat ditulisnya. Inilah yang harus dilanjutkan oleh Kitty.
Masalahnya, Kitty cuma punya petunjuk berupa daftar nama seratus orang yang sudah disusun Constance. Tak ada nomor kontak, tak ada alamat, tak ada apa pun yang bisa ia jadikan sebagai petunjuk tambahan. Siapa sih orang-orang ini? Ada hubungan apa mereka sampai-sampai Constance ingin menuliskan kisahnya? Kitty sama sekali buta tentang semuanya. Sementara itu, ia juga sedang menghadapi masalah berat. Ia harus menghadapi tuntutan seseorang di pengadilan akibat kesalahan fatalnya saat mengangkat kisah dalam program acara televisi Thirty Minutes. Hal ini menyebabkan dirinya kehilangan pekerjaan di program tersebut. Ia juga menerima teror demi teror dari para pendukung Colin Maguire, orang yang menuntutnya. Ditambah lagi Pete, pemimpin redaksinya yang baru, hanya memberikan waktu dua minggu untuk menyelesaikan kisah Constance tersebut atau dia terancam dipecat dari Etcetera.
Awalnya saya mengira kalau Cecelia Ahern benar-benar akan menuliskan kisah seratus nama tersebut di novel ini, tapi anggapan tersebut ternyata salah. Berbekal buku Yellow Pages, Kitty mencari satu demi satu nama yang ada di daftar itu secara acak, tapi hal tersebut tak semudah yang ia kira. Ada begitu banyak nama yang sama di buku tersebut. Lalu bagaimana caranya ia harus memecahkan teka-teki ini? Bagaimana ia harus mengetahui tentang orang-orang ini? Alih-alih menuliskan kisahnya, mendapatkan kontaknya saja tidak. Kitty lantas menemui jalan buntu. Apakah Kitty berhasil menyelesaikan tulisan dan PR dari Constance tersebut? Apa sebenarnya yang ingin disampaikan Constance lewat tugas itu?
“Menurutku kisah yang diliput seseorang biasanya mengungkap lebih banyak tentang orang yang menulisnya dibanding kisah itu sendiri. Kelas-kelas jurnalisme mengajari kita bahwa seseorang harus memisahkan dirinya dari suatu kisah agar dapat memahami, terhubung, membantu pemirsa mengidentifikasi karena jika tidak, kisah itu tidak memiliki jiwa.” (halaman 18)
Ada banyak tokoh di novel ini yang diciptakan oleh Ahern. Meskipun banyak, namun karakter penokohannya sangat kuat dan berbeda satu sama lainnya. Saya dengan mudah merasakan perbedaan karakter antara Kitty Logan yang dulu dengan yang sekarang, setelah menghadapi begitu banyak hal. Kitty yang lebih dewasa dan matang. Juga betapa menariknya karakter Birdie tua yang lembut atau Ambrose Nolan si ratu kupu-kupu yang tertutup dan keras. Tak ketinggalan Archie yang emosional atau Eva yang menyimpan rahasia masa kecilnya.
Ohya, pernahkah kita terpikirkan sesuatu seperti gudang pot, yang berisi banyak sekali pot-pot bertanah, yang di setiap potnya terdapat tusukan kertas-kertas post-it bertuliskan ide-ide mentah yang terlintas setiap saat? Bekal untuknya menulis. Nah, hal itu dilakukan oleh Constance. Menarik, bukan? Ah, ada begitu banyak hal menarik lainnya yang dimunculkan novel ini.
Ahern benar-benar menyuguhkan ide cerita yang unik dalam One Hundred Names. Saya rasa ini menjadi kelebihan tersendiri. Novel ini berhasil mengaduk-aduk perasaan saya. Kadang saya tertawa geli dengan kekonyolan-kekonyolan yang dilakukan Sam setiap minggunya ketika melamar Mary-Rose di depan umum demi makanan gratis. Terkadang saya sedih merasakan perasaan tak percaya dirinya Ambrose. Bahkan, saya hampir menangis karena terharu dengan perjuangan tokoh-tokoh di dalamnya, yang meski hanya orang biasa, tapi memiliki kisah luar biasa.
Hasil terjemahannya sangat bagus, tidak kaku, tidak ada yang aneh. Benar-benar bisa dinikmati. Yang saya suka dari novel ini selain karena karakter dan ide uniknya, juga karena temanya yang mengangkat dunia jurnalistik dan sosial. Kita bisa mengenal banyak pribadi dan problematikanya secara tak langsung, mempelajari bagaimana memahami orang lain, juga bagaimana kita memandang kehidupan dengan lebih baik. Ini bukan tentang ‘kita’, tapi ini tentang ‘mereka’.
“Setiap orang punya kisah untuk diceritakan.”
Saya memang hanya bisa memberikan 3,5 bintang untuk novel ini, tak sampai 4. Ini lebih karena selera pribadi. Ada satu dua bagian yang menyuguhkan sisi erotis yang memang tidak saya suka. Yah, meskipun itu sesuatu yang biasa didapati pada novel-novel luar, yang notabene lingkungannya menganut seks bebas, tetap saja saya tak nyaman membacanya walaupun sudah dibuat sehalus mungkin. Tapi ini bisa saya skip begitu saja, tidak mempengaruhi ketertarikan saya pada substansi cerita yang unik.
Saya tidak tahu bagaimana karya-karya Cecelia Ahern sebelum novel ini. Tadinya, saya tidak berniat untuk membaca karya Cecelia Ahern, karena yang saya tahu, sebagian besar novel-novel Ahern bertema romansa yang bukan selera saya. Iya, saya tahu saya salah jika menghakimi sebuah buku hanya dari genrenya, tapi saya tak berani untuk mencobanya, sampai saya melihat buku ini dengan tema yang tak biasa. Tema yang menarik. Ah, iya, hampir terlupa. Novel ini adalah karya Ahern yang pertama saya cicipi. Jadi secara keseluruhan, One Hundred Names berhasil membuat persepsi saya pada Ahern sedikit berubah.
“Tiap orang biasa memiliki kisah luar biasa. Kita semua mungkin menganggap diri kita tidak hebat, bahwa kehidupan kita membosankan, hanya karena kita tidak melakukan sesuatu yang menggemparkan atau menghasilkan tajuk di surat kabar atau memenangkan penghargaan. Tapi sebenarnya kita semua melakukan sesuatu yang menakjubkan, yang berani, sesuatu yang seharusnya kita banggakan.” (halaman 449)
Ini River Liffey, Dublin, salah satu latar tempat yang ada di One Hundred Names. Sebenarnya ada banyak tempat yang disinggahi Kitty dan hampir rata-rata menarik, tapi khawatir terlalu panjang kalau dimasukkan ke postingan ini. Jadi satu ini aja ya 😛